Islam Politik
Vs. Islam Budaya
Oleh : Kharisudin Aqib
A.
Pendahuluan
Islam adalah
agama dan jalan hidup yang holistik, absolute dan universal. Islam juga
merupakan tatanan hidup manusia modern, yang dirancang oleh Allah swt. Sebagai
tatanan yang lengkap, dan juga lentur menghadapi zaman dan masa yang panjang.
Yang tidak ada lagi nabi setelah rasul pembawa syari’at ini. Tidak seorangpun
yang berhak mengklaim kebenaran yang ia dapatkan, sebagai kebenaran holistic
yang mutlak, karena kenisbian manusia.
Aspek yang
paling kenthal dalam hazanah peradaban dan dakwah islam adalah interaksi antara
peradaban dan politik. Karena politik adalah panglimanya peradaban. Kenyataan
terjadinya gesekan-gesekan yang kurang sehat diantara aliran pemahaman dalam
islam, justru menjadikan umat islam semakin marginal, khususnya dalam
jabatan-jabatan, peran dan otorotas politik. Hal ini merupakan keprihatinan
umat yang peduli terhadap mundurnya kedatangan kejayaan islam dan kaum muslimin
sebagai suatu sunnatullah.
Makalah ini
merupakan catatan pokok-pokok pikiran sebagai bahan diskusi untuk memahami
realita kehidupan sosio keberagaman umat islam. Wabil khusus yang dalam
bersikap dalam upaya menjaga keseimbangan dalam kehidupan keislaman dan
kemasyarakatan.
B.
Pembahasan
Sejarah
Peradaban Islam
Sejarah peradaban islam bermula dari
sejarah dakwah rasul. Sikap hidup, pola piker dan kebijakan public yang
dikeluarkan oleh Rasulullah saw merupakan cermin dan sekaligus standar peradaban
islam di masa-masa setelah sepeninggal rasulullah saw.
Masa
kepamimpinan keagamaan dan politik Nabi sekaligus sebagai tolok ukur
kepemimpinan umat islam. Kepemimpinan beliau bersifat integralistik
berkeseimbangan antara orientasi politik yang fisioner dengan orientasi
tradisionalistik yang cenderung statistic berjalan dalam keseimbangannya.
Pola keislaman
yang cenderung sectarian mulai tampak pada sikap para sahabat dalam menghadapi
meninggalnya rasulullah. Para sahabat yang sangat mementingkan kehidupan
politik sebagai peninggalan nabi yang paling berharga sangat serius
membicarakan kepemimpinan politik pengganti Nabi. Semantara para sahabat nabi
yang lain mementingkan urusan tradisi perawatan jenazah nabi pada merasakan
duka atas meninggalnya baginda rasul.
Menurut sebuah
riwayat, bahwa jenazah nabi yang hanya diurus oleh beberapa orang saja (ada
yang menyebut 5 orang dan ada yang menyebut 7 orang). Dari keluarga. Dengan
bahasa perasaan dan budaya mereka beragama, sedangkan yang lain, mengekspresikan
agama dengan rasio dan teks agama. Itulah embrio sikap dikotomis antara islam
politis, dan islam budaya di kalangan umat islam.
Selanjutnya
sikap keberagaman seperti it uterus menggelinding bagai dua buah bola salju
yang jatuh dari puncak gunung salju. Yang terus membesar seiring dengan
perjalanan waktu. Sampai dengan sekarang.
Peradaban Islam Kontemporer
Berbagai
pola kehidupan keagamaan yang ada di zaman sekarang, dengan berbagai
modifikasinya, merupakan akumulasi agama, manusia dan budayanya. Yang semuanya
bersumber dari wahyu dan akal manusia. Yang dari waktu-kewaktu mengalami
perkembangan dan bisa, sebagaimana pancaran sinar matahari.
Kenyataan masa
kini (kontemporer) akan adanya pemikiran dan sikap keagamaan yang jabariy yang fatalistic ilahiyyah, dan qadariy yang rasionalistik ilahiyyah,
dan sunniy yang konvergensif
ilahiyyah. Adalah kenyataan ‘idilogis’ umat islam yang tak terelakkan. Adanya
sikap politik umat yang formalistik puritanistik, dan essensialistik universal,
atau senkretis akomodatif, adalah kenyataan sejarah perkembangan integrasi
antara agama dan budaya masyarakat islam, termasuk sikap politis dan humanis
antropologis dalam beragama. Mereka semua memiliki landasan pemikiran yang
kuat, baik secara sejarah agama maupun sejarah budaya.
-
Plus Minus Islam
Politik
Islam politik
adalah sebuah “idiologi” umat islam, atau kelompok umat islam yang menjadikan
agama islam sebagai “idiologi-politik”. Bahwa agama islam adalah agama yang
harus dijadikan idiologi yang mengatur kehidupan berpolitik umat. Islam
dipandang dari sudut keterkaitannya dengan penguasaan manusia untuk
melaksanakan ajaran agama. Penguasa manusia, baik secara terpaksa maupun suka
rela untuk ta’at menjalankan syari’at islam yang ‘diyakini’ sebagai maqsud al-syari’ (Allah).
Gerakan islam
politik dan para penganut faham ini, biasanya lebih bersemangat dan actual
dalam menjalankan dakwahnya. Mereka lebih jeli dan kritis menyikapi adanya
gerakan-gerakan yang bisa menyesatkan umat, berupa; takhayyul, bid’ah dan
khurofat. Dapat menjadikan agama islam lebih tampak dalam kehidupan masyarakat
majemuk. Musuh-musuh islam akan lebih segan dengan besarnya syi’ar yang
dikibarkan oleh kelompok lain.
Sedangkan sisi
negative gerakan dan kelompok pemahaman atau ‘idiologi’ ini antara lain ; kesejukan
dan kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat dalam kehidupan seringkali
menjauh. Menjadikan masyarakat berfikiran sectarian (sepotong-potong) dalam
beragama, dapat dirasakan oleh masyarakat. Selain menjadikan para pelakunya seringkali
terjebak pada orientasi politik yang ujung-ujungnya pada kepentingan pribadi
atau kelompoknya.
-
Plus Minus Islam
Budaya
Islam budaya
adalah sebuah ‘idiologi’ umat islam, atau kelompok umat islam yang menjadikan
agama islam sebagai ‘idiologi-budaya’. Bahwa agama islam adalah harus dijadikan
sebagai ‘idiologi’ yang mengatur kehidupan umat manusia. Agama hanya
semata-mata menyempurnakan budaya manusia. Selama budaya tidak distruktif
terhadap kepentingan menusia sendiri (bahagia dunia-akhirat), maka agama tidak
harus interfensi. Islam sebagai tahmatan
lil ‘aalamin. Maqdus syari’ (maksud Allah), dengan menurunkannya agama
adalah rahmat dan kemaslahatan hidup manusia (di dunia dan di akhirat).
Sisi negative
pola dakwah para penganut islam budaya, seringkali kurang peka terhadap gerakan
dan perkembangan budaya, yang secara pelan tetapi pasti menggiring manusia
kepada kehancurannya sendiri. Mereka larut dan asyik terhadap dinamika
kehidupan budaya local masyarakatnya. Sehingga politik islam, rambu-rambu
formalism dalam beragama, keaslian dan kearaban islam tertelan oleh budaya
local.
Akan tetapi sisi
positif gerakan islam budaya, diantaranya adalah; islam sebagai rahmat Allah,
secara essensi lebih cepat dirasakan oleh umat manusia. Tidak banyak
menimbulkan gejolak social dengan masyarakat menmuk yang ada. Mereka lebih peka
terhadap kepentingan pribadi, dan psikologi masyarakat. Mereka lebih akomodatif
dan bisa diterima oleh obyek dakwahnya.
-
Sikap Kritis
Sikap kritis
yang harus dikembangkan adalah, menjaga keseimbangan (tawazun-tawasuth), dari dua faham tersebut. Kapan harus
sosiologis. Seringkali masyarakat nahdliyyyin,terjebak
pada sikap sosiologis. Umat terbius oleh siasat para politikus dan musuh-musuh
islam, yang berusaha memisahkan antara umat islam dengan politik.
Partai dan
jabatan politik dapat diibaratkan sebagai kendaraan. Para politikus dan
negarawan sangat faham dengan gambaran itu. Maka para politikus dan juga
musuh-musuh islam berupaya dan telah membuat strategi yang sangat bagus
sehingga orang-orang sholih dan kebanyakan umat islam merasa ‘jijik’ untuk
menaiki kendaraan itu dan bahkan jijik menyentuhnya. Sehingga mereka leluasa
memiliki dan menguasai kendaraan tersebut. Sementara umat sebenarnya secara
otomatis telah berada di dalamnya, tentunya hanya sebagai penumpang pasif.
Kita juga harus
mengkritisi terhadap politisasi agama dan massa. Oleh diri sendiri maupun oleh
orang lain. Karena kecenderungan itu sangat besar dan ‘manusiawi’. Mengingat
partai politik dan jabatan politik sekaligus merupakan fasilitas untuk berbuat
atas nama public umat. Dan pelaku adalah bagian dari masyarakat (publik) itu
sendiri. Sehingga susah untuk memilih mana kepentingan pribadi dan mana
kepentingan umat. Seorang politikus harus ulul
albab, yakni, ahli fikir dan dzikir, atau cendikiawan yang obyektif dan
transendentalis.
C. Penutup.
Demikian
pokok-pokok pemikiran yang dapat kami paparkan, semoga menjadi panduan dan
inspirasi dalam kajian rutin ini, dan mendapatkan ridlo dan berkah adanya.
Comments[ 0 ]
Posting Komentar