Memahami Akar Sejarah
timbulnya Aliran-aliran dalam Islam
Oleh: Kharisuddin Aqib
A. Pengantar
Warna-warni
aliran pemikiran dalam Islam seperti yang kita ketahui sekarang ini
terjadi melalui proses evolusi yang panjang seiring dengan perkembangan
sejarah peradaban Islam itu sendiri. Mulai zaman nabi Muhammad Saw
sampai dengan saat ini.
Agama Islam di awal keberadaannya adalah
sebuah dinamika dan komunikasi intensif sebuah komunitas yang terdiri
dari Nabi Muhammad dengan keluarga dan para muridnya. Para keluarga
(Alihi), dan para muridnya (Ashab). Praktek dinamis dalam kehidupan
komunitas inilah yang disebut agama Islam (ma ana 'alaihim alyauma wa
ashabihi). Keluarga nabi juga biasa disebut dengan ahlul bait, sedangkan
para murid dan pengikutnya disebut sahabat atau ashab. Gambaran
sederhana komunikasi antara nabi Muhammad dengan keluarga dan para
sahabatnya adalah sebagai mana para kyai dengan keluarganya dan santri.
Embrio
terjadinya persoalan yang kemudian menjadi sebab munculnya
aliran-aliran pemikiran dalam semua aspek kehidupan kemasyarakatan umat
Islam, adalah meninggalnya Rasulullah Saw.
Meninggalnya Rasulullah
Saw sebagai figur sentral bagi umat Islam berdampak pada munculnya
Persoalan Politik Praktis, yakni siapa yang berhak menjadi pengganti
beliau sebagai pelanjut pemerintahan atau kepemimpinan. Baik sebagai
pemimpin agama maupun pemimpin negara. Pemimpin agama Islam (sebagai
Nabi) dan pemimpin negara (kepala negara Madinah). Sebagai Nabi semua
umat sepakat, bahwa formal kenabian tidak bisa wariskan, dan sedangkan
yang bisa dan harus dilaksanakan adalah menentukan siapa pengganti
memimpin dan membimbing umat sebagai amiril mukminin (pemimpin umat
Islam). Maka mulai saat itu terjadilah dua kelompok umat Islam, yang
satu sedang merawat jenazah Rasulullah (5-7 orang dari keluarga nabi),
yang satunya adalah kelompok para tokoh sahabat (Muhajirin dan Anshar),
menyelenggarakan Musyawarah Besar Luar Biasa untuk menentukan siapa yang
paling berhak untuk menjadi pengganti Rasullullah.
Ada beberapa
persoalan yang dihadapi oleh umat Islam semenjak meninggal nya Sang
Rasul tgl 12 Rabiul awal 632 M. Yang pertama dan monumental adalah
persoalan politik, selanjutnya persoalan aqidah (teologi), kemudian baru
persoalan syariat atau fiqih dan persoalan akhlak atau tasawuf. Dan
akumulasi dari keempat persoalan inilah aliran pemikiran dalam Islam
muncul, yang in syaa'a Allah akan diulas dalam kajian bersambung ini.
B. Persoalan Politik.
Seperti
yang telah saya uraikan di pengantar, bahwa wafatnya Rasulullah
menimbulkan persoalan politik yang sangat penting dan monumental. Yakni
pengangkatan pelanjut pemerintahan sang Rasul (Khalifah), sebagai Amirul
mukminin. Para tokoh sahabat musyawarah sendiri (dari kaum Muhajirin
dan Anshar) tanpa kehadiran ahlul bait (keluarga ndalem). Ahlul bait
lagi sedang berduka dan merawat jenazah Rasulullah.Keputusan akhir
musyawarah para sahabat di Saqifah (tenda pertemuan) Bani Sa'ad mereka
mengangkat Abu Bakar as Shiddiq sebagai Amirul mukminin. Sedangkan
Rasulullah
tidak berwasiat secara syar'i dan sharih seperti biasa beliau ajarkan.
Ada wasiat Ghodir Khum atas kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, yang hanya
diakui oleh kalangan ahlul bait dan ada isyarat nabi Muhammad pada para
sahabat atas peran Abu Bakar as Shiddiq, sebagai badal imam shalat,
ketika sang Rasul sakit menjelang wafatnya. Inilah faktor psikopolitis
yang selanjutnya bermuara pada terjadinya keretakan di kalangan umat
Islam. Dan pada akhirnya "dunia Islam" terbelah menjadi dua; Syiah dan
Ahli Sunnah (Syi'i dan Sunni). Para pendukung ahlul bait, khususnya yang
fanatik dengan Sahabat Ali bin Abi Thalib mengklaim bahwa para sahabat
telah Ghoshob (merampas) hak kepemimpinan Sayyidina Ali, begitu juga
sebaliknya para pendukung keputusan musyawarah luar biasa para sahabat,
khususnya yang fanatik (plus munafik), menuduh para pendukung
'idiologi' ahlul bait adalah sebagai pembohong (kadzdzaab). Padahal
kedua terminologi ini bersifat destruktif (menghancurkan) ketsiqahan
(kredibilitas) seorang periwayat hadis. Dan karena itu hadis di dunia
Islam juga terbelah dua, hadis Syiah dan hadis Sunnah. Yang keduanya itu
tidak 'saling menyapa'.
Kondisi umat Islam menjadi lebih ruyam
setelah kemunculan kelompok-kelompok ektrim (Ghulat) yang keras, dan
ahistoris yang mengembangkan ideologi 'takfiri' (mengkafirkan kelompok
lain di luar kelomponya), baik di kalangan Syi'ah maupun Sunnah.
Beberapa
aliran keras dan ektrim dari kalangan Syi'ah, seperti; syiah
Qaramithah, Rofidloh dan hasasin, dan beberapa dari kalangan Sunnah
seperti Khawarij, salafi dan wahabi. Aura kontradiksi dan permusuhan
diantara belahan dunia Islam masih memancar dari jurang pemisah antara
Syiah dan Sunnah, di samping jurang - jurang kecil internal keduanya.
Aura tersebut muncul tidak lain karena bara api ; asobiah, jahiliah dan
hiqdu wal hasad (dengki dan iri hati)
yang memancar dari dalam hati kaum muslimin yang lemah ilmu dan imannya.
C. Persoalan Aqidah (Teologi).
Persoalan
teologi yang muncul dan timbul di dalam diskursus dan polemik umat
Islam di zaman klasik (zaman tabi'in awal sd dua generasi di
belakangnya) adalah puncak persoalan politik, yaitu terjadinya fitnatul
kubro (terbunuhnya Amirul mukminin, Khalifah Utsman bin Affan), juga
terjadinya beberapa peperangan diantara sesama muslim. Perang jamal
(antara pasukan Ali bin Abi Thalib dengan pasukan Siti Asiah), perang
Shiffin (antara pasukan Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin Abi
Sufyan), Karbala dll. Yang melibatkan dan mengorbankan banyak pasukan
muslimin.
Polemik tentang bagaimana status hukum seorang muslim
yang tidak berhukum dengan menggunakan hukum Allah (Al-Qur'an) ?.
bagaimana status hukum pembunuh sesama muslim ? Apakah dia masih mukmin,
kafir atau fasiq?. Bagaimana status keislaman dan keimanan seseorang
yang berdosa besar ? Para ulama' dan zu'ama' dari kalangan umat Islam,
baik yang Syi'ah maupun yang Sunnah memberikan argumentasi sesuai dengan
keilmuan dan background psikologi, sosial, akademik dan keagamaan
masing-masing. Kelompok orang yang tulus, lurus tetapi kurang luas ilmu
dan toleransinya, berpendapat bahwa orang-orang yang tidak berhukum
dengan hukum Allah secara tekstual, mereka itu telah kafir dan keluar
dari agama Islam, mereka itu adalah kaum khawarij, atau kebanyakan
mantan pasukan elit Ali bin Abi Thalib yang desersi.
Para ulama'
yang tekstual tetapi tidak politis cenderung berpendapat, bahwa
orang-orang yang beriman tetapi tidak berpegang pada hukum Allah, tidak
bisa di sebut Kafir, mereka mukmin yang fasiq. Mereka berdosa besar.
Nasib mereka di akhirat kelak fii masyiatillah (terserah Allah) tidak di
surga dan tidak di neraka. Senada dengan itu, orang-orang yang
fatalistis (jabariyah), juga muncul, mereka berpendapat, bahwa kondisi
apapun di dunia ini adalah berdasarkan kehendak mutlak Allah SWT,
termasuk nasib manusia. Manusia hanyalah wayang dan Allah adalah
dalangnya. Sebagai mana firman Allah SWT,
" والله خلقكم وما تعملون".
Artinya : "Allah lah yang telah menciptakan kalian dan perbuatan kalian". (QS. As. Shofat 96)
Sedangkan
kaum qadariyah yang cenderung rasional justru berpendapat sebaliknya.
Bahwa kondisi apapun yang di alami oleh manusia adalah semata-mata
karena ulah perbuatan manusia itu sendiri. Manusia, bebas dan mampu
membuat nasibnya sendiri. Sebagai mana firman Allah SWT :
إن الله لا يغير ما بقوم حتى يغيروا ما بأنفسهم...
Artinya : "Sesungguhnya Allah tidak merubah nasib suatu kaum, sampai mereka mau merubah nasibnya sendiri" (QS. Ar Ra'd 11)
Mereka adalah kelompok minor elite dalam Islam yang terkenal dengan sebutan kaum muktazilah.
Persoalan
teologi yang terus berkembang sehingga melahirkan banyak aliran
pemikiran yang muncul, baik di zaman klasik, seperti jabariyah,
qadariyah, murji'ah. Maupun zaman pertengahan, seperti; Muktazilah,
Asy'ariah, maturidiah, ahli Sunnah wal jama'ah. Demikian juga di era
modern dan kontemporer.
D. Persoalan Fiqh (pemahaman syariat Islam).
Setelah
muncul dan berkembangnya persoalan politik dan aqidah dalam realitas
kehidupan umat Islam. Adalah munculnya persoalan baru yang terkait
dengan fiqh atau pemahaman dalam syari'at Islam. Baik syariat dhohir
(hukum Islam), maupun syariat batin (akhlak islami) atau tasawuf.
Para
ulama' fiqh (hukum Islam), baik di kalangan Sunni, maupun Syiah secara
garis besar terbelah menjadi tiga kelompok pemahaman, yakni; para ahlul
hadits (tekstualis), ahlur ro'yi (rasionalis), dan ahlus sunnah
(tekstualis-rasionalis).
Demikian juga para ulama' tasawuf
(kerohanian dan kebatinan dalam Islam), juga terbedakan dalam tiga
karakter, yakni; sunni, falsafi dan baathini.
Para ulama' yang
konsen terhadap ajaran formal dan aturan-aturan hukum Allah, secara
garis besar memiliki tiga sikap mental yang berbeda. Ada yang memahami
teks aturan agama (syariat) dalam Al Qur'an dan as Sunnah sangat formal
dan tektual. Mereka adalah ahlul hadits, sehingga memunculkan madzhab -
madzhab salaf yang tampak lebih formal seperti madzhab Maliki.
Para
ulama' yang cenderung rasional, seperti ulama' Kufah dan Basrah
memahami agama lebih kontekstual dan esensial. Seperti imam madzhab Abu
Hanifah. Demikian juga para ulama' Sunni yang cenderung konvergensif,
akomodatif. Mereka melahirkan madzhab fiqih yang modern dan moderat,
seperti Imam Syafi'i.
Sedangkan dalam bidang kerohanian (tasawuf)
sebagai bagian dari pemahaman keagamaan. Juga terdapat tiga kelompok
pemahaman yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Islam.
Pertama,
kelompok yang cenderung mengikuti pola kesufian Rasulullah Saw. Mereka
berusaha menjauhi materialisme dan hedonisme tetapi secara aktif mereka
mendakwahkan ajaran Islam, khususnya ajaran akhlak dan kerohaniannya.
Mereka adalah para sufi Sunni, yang gerakannya sukses pertama kali
(gerakan i'tizal dan Zuhud atas prakarsa Hasan Basri. Yang selanjutnya
diperkokoh oleh Abu Qasim Junaidi Al Baghdadi, juga oleh para tokoh Sufi
sunni yang lain.
Kedua, kelompok yang cenderung mengikuti pola kesufian para
filosof
dan ahli hikmah. Mereka lebih cenderung pada aktivitas berfilsaf dan
berteori. Hikmah -hikmah kerohaniannya memenuhi glosarium dunia Islam.
Mereka adalah para sufi falsafi, dengan tokoh legendarisnya yang bernama
Ibnu Arobi.
Sedangkan yang ke tiga, adalah para sufi baathini.
Mereka, para sufi baathini adalah orang-orang yang keasikan kebatinannya
melampaui batas-batas etika dan estetika apapun, termasuk di dalamnya
batasan syariat Islam. Kebatinan transkultural ini yang selanjutnya
disebut sebagai aliran tasawuf mabuk dan dianggap sesat oleh para
aktivis syariat Islam.
E. Persoalan Hegemoni Barat.
Penyebab
dan akar Sejarah timbulnya berbagai aliran keagamaan dan politik dan
sosial dalam Islam, adalah adanya dominasi dan hegemoni barat atas
wilayah sosial politik umat Islam.
Setelah sekitar dua abad
bangsa barat menjajah umat Islam, umat Islam mulai bangkit dan
tersadarkan akan pentingnya kebangkitan umat Islam. Mulai dari Turki dan
Mesir yang berhubungan dan berhadapan langsung dengan bangsa barat.
Turki berhadapan dengan Italia dan Mesir berhubungan dengan Prancis
(Ekspedisi Napoleon Bonaparte). Para ulama' terbelalak melihat
peradaban yang jauh lebih tinggi daripada peradaban umat. Padahal mereka
sangat yakin pada Sabda nabi "Al Islam ya'lu wala Yu'laa 'alaih" (Islam
adalah adalah peradaban tertinggi, tidak ada yang mengunggulinya).
Tatkala
umat Islam masih tertidur lelap di dalam selimut penjajahan barat,
khususnya; Portugis, Inggris, Spanyol, dan Belanda. Para ulama' Islam
Mesir khususnya Sayyid Jamaluddin Al Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid
Ridha, berjuang keras, menggelorakan kebangkitan umat Islam. Demikian
juga para Sultan dan Khalifah Dinasti Usmaniyah di Turki, menggelorakan
semangat kebangkitan melawan kolonialisme barat. Maka terjadilah
kebangkitan umat Islam di hampir seluruh penjuru dunia, atas prakarsa
para sultan dan ulma' pemimpin umat.
Termasuk kesultanan-kesultanan di wilayah Nusantara (kawasan Asia tenggara).
Mulai
kesultanan Aceh (samudra pasai) sampai dengan kesultanan Ternate dan
Tidore. Kesultanan di Pulau Jawa sampai di kepulauan Sulu dan Mindanao.
Semuanya bangkit melawan hegemoni dan penjajahan bangsa barat (Belanda,
Inggris, Portugis dan Spanyol). Maka akhirnya muncul organisasi dan
Jam'iyyah pergerakan dengan berbagai macam warna warni keislamannya.
Dalam
skala internasional, muncul Pan Islam, Ikhwanul muslimin, Wahabi dll.
Sedangkan di Indonesia, muncul Serikat Dagang Islam, Budi Utomo, Al
Khoiriyah, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama' dll. Semua organisasi dan
Jam'iyyah pergerakan tersebut tujuan utamanya adalah merebut kembali
kemerdekaan dari tangan kolonialisme bangsa barat.
Wallahu a'lam bis showab