Menyibak Hikmah di Balik Ajaran Kurban


Menyibak Hikmah di Balik Ajaran Kurban

Oleh; Kharisudin Aqib.[1]

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر,.  الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر,.  الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر

لآاله الا الله , الله اكبر , الله اكبر ولله الحمد.

 الحمد لله , الحمد لله الذي أمرنا بالصلاة والنحر. وأرشد نا بالأضحية والقربان لتظهير الشكر. أشهد أن لآاله الا الله, وحده لاشريكله, وأشهد أن محمدا عبده ورسوله. اللهم صل وسلم وبارك علي سيد نا ومولنا محمد صلى الله عليه وسلم سيد الجن والأنام. وقال الله تعالى فى القران الكريم: أعوذ بالله من السيطان الرجيم : لن ينال الله لحومها ولا د ماؤها ولكن يناله التقوى منكم. أما بعد: فيائيها الناس, اتقوا الله , اتقوا الله   حق تقاته ولا تموتن الا وأنتم مسلمون.

 

الله أكبر , الله أكبر , الله أكبر ولله الحمد

Ma’asyiral Muslimin, rahimakumullaaah !
Kita bersyukur kepada Allah, karena kita masih diberi kesempatan menghirup udara segar di pagi hari yang penuh dengan berkah ini. Yakni hari raya Adlha. (Hari Raya Penyembelihan binatang kurban). Sebagai wujud konkrit syukur kita kepada Allah, marilah kita tingkatkan taqwa kita kepada Allah. Dalam arti yang sebenar-benarnya. Yakni menjalankan  semua perintah Allah dan menjauhi larangan-larangannya.

الله أكبر , الله أكبر , الله أكبر ولله الحمد

Ma’asyiral Muslimin, rahimakumullaaah !
Berkurban merupakan ajaran yang sangat ditekankan dalam ajaran Islam. Berkurban dalam arti menyembelih binatang ternak dalam rangka memenuhi perintah Allah dan meratakan rahmat Allah kepada sesama manusia. Sebagaimana firman-Nya;

 أعوذ بالله من الشيطان الرجيم: انا أعطيناك الكوثر, فصل لربك وانحر , ان شانئك هو الأبتر. (الكوثر :1-3).


“Sungguh Kami telah memberimu nikmat bagai telaga kautsar (yang banyak), maka sholatlah karena Tuhanmu dan sembelihlah (binatang kurban), sesungguhnya orang yang memusuhimu dia yang akan terputus (generasinya)".

Sedemikian pentingnya kurban, sehingga Nabi juga menyatakan;

من وجد سعة فلم يضح فلا يقربن مصلانا . رواه أحمد وابن ماجاه.

“Barangsiapa yang memiliki keluasan rizki, kemudian tidak mau berkurban, maka tidak usahlah ia mendekati musholla ku ini”. 

الله أكبر , الله أكبر , الله أكبر ولله الحمد

Ma’asyiral Muslimin, rahimakumullaaah !
Penekanan Islam terhadap ajaran berkurban, sehingga harus ada hari raya kurban, tentu tidak semata-mata karena ritual. Islam adalah agama rasional, Islam agama modern, sehingga seluruh ajarannya senantiasa memiliki rasionalitas yang tinggi. Termasuk di dalamnya adalah ajaran kurban.  Dalam ajaran ibadah kurban ada nilai-nilai ritual – transendental (ta’abbudi), dan ada nilai-nilai rasionalitasnya (ta’aqquliy). Kedua-duanya harus dipenuhi dalam pelaksanaan ibadah kurban.


الله أكبر , الله أكبر , الله أكبر ولله الحمد

Ma’asyiral Muslimin, rahimakumullaaah !
Ajaran kurban adalah, pengabadian pengorbanan agung yang dilakukan oleh hamba-hamba pilihan dan kekasih Allah. Hamba Allah yang benar-benar memiliki monoloyalitas dan kecintaan murni kepada Allah. Yakni seorang ayah yang rela mengorbankan anak yang sangat dicintainya demi melaksanakan perintah Allah. Seorang ibu yang sangat patuh kepada suami dan pasrah kepada Allah sehingga rela mengorbankan anak satu-satu karena Allah semata. Serta seorang anak shaleh yang sangat patuh kepada kepada orang tuanya yang ia yakini sebagai melaksanakan perintah Allah. Itulah Ibrahim kekasih Allah, sayyidah Hajar  dan Ismail Nabiyullah. Miniatur dari pengorbanan mereka itulah yang disyari’atkan kepada umat Islam, yakni mengorbankan binatang ternak. Sebagai bukti syukur dan baktinya kepada Allah.

الله أكبر , الله أكبر , الله أكبر ولله الحمد

Ma’asyiral Muslimin, rahimakumullaaah !
Mengapa harus binatang ternak ?. Itulah mungkin yang menjadi pertanyaan kita. Memang sebenarnya pengorbanan bukan dinilai pada materialnya. Akan tetapi penilaian pengorbanan terfokus pada niatan dan sikap mental kita dalam berkurban. Allah swt. Berfirman;

  لن ينال الله لحومها ولا د ماؤها ولكن يناله التقوى منكم. الحج :37

Allah tidak akan menerima daging-daging dan darah kurban, tetapi yang diterima Allah adalah ketaatan dari kalian”.

Sedangkan bentuk-bentuk formal (syar’i) kurban , seperti binatang tertentu atau waktu-waktu tertentu  adalah simbol-simbol dan isyarat-isyarat yang penuh dengan makna (hikmah), yang seharusnya dapat dipetik oleh umat Muhammad,manusia  modern dan rasional ini. Karena itulah ! pesan Allah untuk kita.

الله أكبر , الله أكبر , الله أكبر ولله الحمد

Ma’asyiral Muslimin, rahimakumullaaah !
Ajaran islam menetapkan, bahwa ibadah kurban dengan cara menyembelih binatang ternak (binatang jinak, misalnya; unta, sapi, kerbau, dan kambing), khusus. Bukan dengan pengorbanan harta benda yang lain. Ini adalah simbolisasi dan pesan moral secara khusus dari Allah Dzat yang Maha Pencipta kepada umat manusia, yang kebanyakan bermental rendah, yakni mental kebinatang jinakan (bahimiy).

Mental kebinatang jinakan itu adalah orientasi hidup sebagaimana binatang jinak yang hanya mengejar kenikmatan badani; seperti makan, minum, hura-hura dan sek. Itulah orientasi dominan dalam kehidupan kebanyakan manusia yang harus dikorbankan (disembelih) Selanjutnya dijadikan kendaraan ruhani menuju ridlo ilahi.

الله أكبر , الله أكبر , الله أكبر ولله الحمد

Ma’asyiral Muslimin, rahimakumullaaah !
Kaum muslimin hendaknya memegang prinsip dan komitmen, atas pengorbanan nafsu kebinatang jinakannya. Ia harus sadar bahwa hidup ini merupakan perjalanan panjang menuju Allah. Jika seseorang dalam hidupnya hanya berorientasi pada kepenting kebinatang janakan, sperti niatan hidup untuk menuju kepentingan makan, minum, tidur dan sek, maka dia berarti akan menjadikan dirinya sebagai binatang jinak secara maknawi. Walaupun wujud lahirnya adalah manusia. Maka jadilah ia sebagai manusia bermental kambing, sapi, kerbau, ayam dll. Jika seseorang sampai mati masih didominasi oleh nafsu kebinatang jinakan, maka ia akan bangkit di hari kemudian dalam wujud maknawi jiwanya tersebut. Sehingga ada orang yang berkepala kerbau, sapi, kambing atau harimau dll.

Demikian juga halnya, orang beriman yang melaksanakan ibadah kurban dengan ikhlas hati  dan memenuhi persyaratan syar’I, maka akan mendapatkan kendaraan-kendaraan padang mahsyar yang berupa jiwa-jiwa kebinatangan yang telah terbebaskan. Kendaraan ini sangat berarti untuk perjalanan menuju tempat kembali pada sumber kenikmatan abadi (surga yang dijanjikan).

الله أكبر , الله أكبر , الله أكبر ولله الحمد

Ma’asyiral Muslimin, rahimakumullaaah !
Menyembelih bukan berarti mematikan jiwa . Karena jiwa tidak dapat mati. Menyembelih berarti mentransfer jiwa ke alam ruhaniah, sehingga jiwa dapat terbebaskan dari ikatan dan belenggu badan. Sehingga jiwa kebinatangjinakan (jiwa kambing, atau sapi, atau yang lain) dapat dikendarai menuju Tuhan melalui taman-Nya yang indah (surga). Makan, minum, tidur dan sek tetap penting, dalam rangka menjaga stamina dan generasi untuk berbakti kepada ilahi.   Makan, minum, tidur dan sex bukan tujuan untuk memuaskan dan menggemuk nafsu kebinatangjinakan, tetapi sarana untuk mencari ridlo Allah. Inilah diantara sekian banyak hikmah pesan moral ibadah kurban.

Hari ini kita justru diharamkan puasa, begitu juga tiga hari setelah ini. Oleh karena itu marilah kita atur makan dan minum kita dengan niatan menjaga kekuatan dan kesehatan badan sehingga dapat melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah. Kita istirahatkan badan dengan tidur agar kita dapat beribadah kepada Allah dengan baik. Kita salurkan nafsu sex kita sesuai dengan ketetapan Allah, dalam rangka mencari ridlo Allah.

 الله أكبر , الله أكبر , الله أكبر ولله الحمد

Ma’asyiral Muslimin, rahimakumullaaah !
Demikian khuthbah yang dapat saya sampaikan, semoga bermanfa’at untuk memupuk keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah swt.

 

 أعوذ بالله من الشيطان الرجيم. بسم الله الرحمن الرحيم.

 اذاجاء نصر الله والفتح . ورأيت الناس يد خلون فى   د ين الله أفواجا,  فسبح بحمد ربك واستغفره انه كان توابا.  وقل ربي اغفر وارحم وأنت خير الراحمين

 Khutbah ke 2

 

الله اكبر X9 لا إ له الا الله الله اكبر الله اكبر ولله الحمد

الحمد لله شكرا على ما انعم, أشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له كما امر والزم. واشهد ان محمدا عبده ورسوله شهادة من امن به واسلم, وحا د من كفر به, واوغلم, أللهم صل على محمد, صلى الله عليه وعلى اله ما اضاء دهر واظلم واعلى فحا لهم يوم الشفاعة واكرم , وسام تسليما كثيرا: اما بعد , فياايها الناس..... اتقوالله, ان الله امركم بامره بداء فيه بنفسه, وثنى بملا ئكته, وايته با المؤمنين من عباده, فقال عز من قائل : ان الله وملائكته يصلون على النبى, ياايها الذين امنوا صلوا عليه وسلموا تسليما. اللهم صل على محمد, اللهم صل على ملئكتك المقربين, وانبيائك والمرسلين, واهل طاعتك اجمعين, واجعلنا منهم وارحمنا برحمتك ياارحم الراحمين. اللهم اغفر للمؤمنين والمؤمنات والمسلمين والمسلمات الأحياء منهم والأموات انك سميع قريب مجيب الدعوات, اللهم اعزالإسلام والمسمين وانصر عساكره, الى يوم الدين, ووسع على عباد تك على عبادك المقلين من امة محمد صلى الله عليه وسلم اجمعين. اللهم اصلح احوالنا, وبلغ مما يرضيك امالنا, واحتم بالصالحات اعمالنا وباالحسنى والسعاده اجالنا, وتوفنا وانت راض عنا, ربنا اتنا فىالدنيا حسنه وفىالاخرت حسنة وقنا عذاب النار,

عبادالله, ان الله يأمر بالعد ل والاحسان, وايتاء ذي القربى وينهى عن الفخشاء والمنكر, ولذ كرالله اكبر. 

 

*Silahkan Di Download untuk materi khutbah idul adha

[1] Penulis adalah Pengasuh PP.Daru Ulil Albab Kelutan-Ngronggot-Nganjuk
Read more…

Latar Belakang Munculnya Tarekat di Dunia Islam


Latar Belakang Munculnya Tarekat di Dunia Islam

Oleh; Kharisudin Aqib al-Faqir.
  Jika ditela’ah secara sosiologis dengan lebih mendalam, tampak ada hubungan antara latar belakang lahirnya trend  dan pola hidup sufistik dengan perubahan dan dinamika kehidupan masyarakat. Sebagai contoh adalah munculnya gerakan kehidupan zuhud dan ‘uzlah yang dipelopori oleh Hasan al-Bashri (110 H.) dan Ibrahim Ibn Adham (159 H.). Gerakan ini muncul sebagai reaksi terhadap pola hidup hedonistik (berfoya-foya), yang dipraktekkan oleh para pejabat Bani Umayyah.[1] Demikian juga berkembangnya tasawuf  filosofis yang dipelopori oleh Abu Mansur Al-Hallaj (309 H.). dan Ibn Arabi (637 H.), tampaknya tidak bisa terlepas dari adanya pengaruh gejala global masyarakat Islam, yang cenderung tersilaukan oleh berkembangnya pola hidup rasional. Hal ini merupakan pengaruh berkembangnya filsafat dan kejayaan para filosof peripatetik, seperti; al-Kindi, Ibn Sina, Al-Farabi, dan lain-lain.[2]
            Demikian juga halnya, munculnya gerakan tasawuf sunni yang dipelopori oleh al-Qusyairi, al-Ghazali dan lain-lain, juga tidak terlepas dari dinamika masyarakat Islam pada saat itu. Mereka banyak mengikuti pola kehidupan sufistik yang menjauhi syari’at, dan tenggelam dalam keasikan filsafatnya.[3] Sehingga sebagai antitesanya, munculah gerakan kembali ke syari’at dalam ajaran tasawuf, yang dikenal dengan istilah tasawuf sunni.
            Adapun tarekat, sebagai gerakan kesufian populer (massal), sebagai bentuk terakhir gerakan tasawuf, tampaknya juga tidak begitu saja muncul. Kemunculannya tampaknya lebih dari sebagai tuntutan sejarah, dan latar belakang yang cukup beralasan, baik secara sosiologis, maupun politis pada waktu itu.
            Setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan lahirnya gerakan tarekat pada masa itu, yaitu faktor kultural dan struktur.[4] Dari segi politik, dunia Islam sedang mengalami krisis hebat. Di bagian barat dunia Islam, seperti : wilayah Palestina, Syiria, dan Mesir menghadapi serangan orang-orang Kristen Eropa, yang terkenal dengan Perang Salib. Selama lebih kurang dua abad (490-656 H. / 1096-1258 M.) telah terjadi delapan kali peperangan yang dahsyat.[5]
            Di bagian timur, dunia Islam menghadapi serangan Mongol yang haus darah dan kekuasan. Ia melahap setiap wilayah yang dijarahnya. Demikian juga halnya di Baghdad, sebagai pusat kekuasaan dan peradaban Islam. Situasi politik kota Baghdad tidak menentu, karena  selalu terjadi perebutan kekuasan di antara para Amir (Turki dan Dinasti Buwihi).[6] Secara formal khalifah masih diakui, tetapi secara praktis penguasa yang sebenarnya adalah para Amir dan sultan-sultan. Keadaan  yang buruk ini disempurnakan (keburukannya) oleh Hulagu Khan yang memporak porandakan pusat peradaban Umat Islam (1258 M.).[7]
            Kerunyaman politik dan krisis kekuasaan ini membawa dampak negatif bagi kehidupan umat Islam di wilayah tersebut. Pada masa itu umat Islam mengalami masa disintegrasi sosial yang sangat parah, pertentangan antar golongan banyak terjadi, seperti antara golongan sunni dengan syi’ah, dan golongan Turki dengan golongan Arab dan Persia. Selain itu ditambah lagi oleh suasana banjir yang melanda sungai Dajlah yang mengakibatkan separuh dari tanah Iraq menjadi rusak. Akibatnya, kehidupan sosial merosot. Keamanan terganggu dan kehancuran umat Islam terasa di mana-mana.[8]
                Dalam situasi seperti itu wajarlah kalau umat Islam berusaha mempertahankan agamanya dengan berpegang pada doktrinnya yang dapat menentramkan jiwa, dan menjalin hubungan yang damai dengan sesama muslim.[9]
            Masyarakat Islam memiliki warisan kultural dari ulama sebelumnya yang dapat digunakan, sebagai pegangan yaitu doktrin tasawuf, yang merupakan aspek kultural yang ikut membidani lahirnya gerakan tarekat pada masa itu. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah kepedulian ulama sufi, mereka memberikan pengayoman masyarakat Islam yang sedang mengalami krisis moral yang sangat hebat (ibarat anak ayam kehilangan induk). Dengan dibukanya ajaran tasawuf kepada orang awam, secara praktis lebih berfungsi sebagai psikoterapi yang bersifat massal. Maka kemudian banyak orang awam yang memasuki majelis dzikir dan halaqah-nya para sufi, yang lama kelamaan berkembang menjadi suatu kelompok tersendiri (eksklusif) yang disebut dengan tarekat.
            Di antara ulama sufi yang kemudian memberikan pengayoman kepada masyarakat umum untuk mengamalkan tasawuf secara praktis (tasawuf ‘amali), adalah Abu Hamid Muhammad al-Ghazali (w. 505 H./1111 M.)[10]. Kemudian menurut Al-Taftazani diikuti oleh ulama’ sufi berikutnya seperti  syekh Abd. Qadir al - Jailani dan Syekh Ahmad ibn Ali al-Rifa’i. Kedua tokoh sufi tersebut kemudian dianggap sebagai pendiri Tarekat Qadiriyah dan Rifa’iyah yang tetap berkembang sampai sekarang.[11]
            Menurut Harun Nasution sejarah perkembangan tarekat secara garis besar melalui tiga tahap yaitu : tahap khanaqah, tahap thariqah dan tahap tha’ifah.

a.Tahap khanaqah
     Tahap khanaqah (pusat pertemuan sufi), dimana syekh mempunyai sejumlah murid yang hidup bersama-sama dibawah peraturan yang tidak ketat, syekh menjadi mursyid yang dipatuhi. Kontemplasi dan latihan-latihan spiritual dilakukan secara individual dan secara kolektif. Ini terjadi sekitar abad X M. Gerakan ini mempunyai masa keemasan tasawuf.
b. Tahap thariqah
            Sekitar abad XIII M. di sini sudah terbentuk ajaran-ajaran, peraturan dan metode tasawuf. Pada masa inilah muncul pusat-pusat yang mengajarkan tasawuf dengan silsilahnya masing-masing. Berkembanglah metode-metode kolektif baru untuk mencapai kedekatan diri kepada Tuhan. Disini tasawuf telah mencapai kedekatan diri kepada Tuhan, dan disini pula tasawuf telah mengambil bentuk kelas menengah.
c. Tahap tha’ifah
            Terjadinya pada sekitar abad XV M. Di sini terjadi transisi misi ajaran dan peraturan kepada pengikut. Pada masa ini muncul organisasi tasawuf yang mempunyai cabang di tempat lain. Pada tahap tha’ifah inilah tarekat mengandung arti lain, yaitu organisasi sufi yang melestarikan ajaran syekh tertentu. Terdapatlah tarekat-tarekat seperti Tarekat Qadiriyah, Tarekat Naqsyabandiyah, Tarekat Syadziliyah dan lain-lain.[12]
            Sebenarnya, munculnya banyak tarekat dalam Islam pada garis besarnya sama dengan latar belakang munculnya banyak madzhab dalam figh dan banyak firqah dalam ilmu kalam.[13] Di dalam kalam berkembang madzhab-madzhab yang disebut dengan firqah, seperti : khawarij, Murji’ah, Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah. Di sini istilah yang digunakan bukan mazhab tetapi firqah, di dalam figh juga berkembang banyak firqah yang disebut dengan madzhab seperti madzhab Hanafi, Maliki, Hanbali, Syafi’i, Zhahiri dan Syi’i. Di dalam tasawuf juga berkembang banyak madzhab, yang disebut dengan thariqah. Thariqah dalam tasawuf jumlahnya jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan perkembangan madzhab dan firqah dalam fiqh dan kalam[14], oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tarekat juga memiliki kedudukan atau posisi sebagaimana madzhab dan firqah-firqah tersebut di dalam syari’at Islam.

Tujuan Orang Bertarekat


            Tarekat sebagai organisasi para peniti jalan spiritual (salik) dan Sufi, pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ila Allah).48 Akan tetapi sebagai organisasi para salik yang kebanyakan diikuti masyarakat awam, dan para pemula (thalib al - mubtadi’in), maka akhirnya dalam tarekat terdapat tujuan lain yang diharapkan akan dapat mendukung tercapainya tujuan pertama dan utama tersebut. Sehingga secara garis besar orang bertarekat karena memiliki tiga tujuan pokok. Ketiga tujuan pokok , yaitu; tazkiyatun nafsi, taqarrub ila Allah,mengambil berkah (tabarruk).
1.Tazkiyatun Nafsi
Tazkiyatun nafsi atau penyucian jiwa adalah suatu upaya pengkondisian jiwa agar merasa tenang, tentram dan senang berdekatan dengan Allah (‘ibadah). Yaitu  dengan penyucian jiwa dari semua kotoran dan penyakit “hati” atau penyakit jiwa. Tujuan ini merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang salik atau ahli tarekat. Bahkan dalam tradisi tarekat, tazkiyatun nafsi ini dianggap sebagai tujuan pokok.49 Karena dengan bersihnya jiwa dari berbagai kotoran dan penyakit-penyakitnya, maka akan secara otomatis menjadikan seseorang untuk mudah mendekati Allah. Proses dan tujuan ini dilaksanakan dengan merujuk pada firman Allah dalam al-Qur’an Surat al-Syams, ayat: 7-9.
ونفس وما سواها, فألهمها فجورها وتقواها, قد أفلح من زكاهاوقد خاب من دساها.
Artinya;
“Dan demi jiwa dan penyempurnaannya, maka kepadanya diilhamkan jalan kefasikan dan ketakwaan. Maka beruntunglah orang yang mensucikannya, dan celakalah bagi orang yang mengotorinya”.QS. al-Syams (91):7-9.

Penyucian jiwa dapat diwujudkan dengan melakukan  beberapa amalan kesufian, seperti dzikr, ‘ataqah, menepati syari’at, dan mewiridkan amalan-amalan sunnah tertentu, serta berperilaku zuhud dan wara’.

2. Taqarrub ila Allah
            Mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ila Allah) sebagai tujuan utama para sufi dan ahli tarekat, biasanya diupayakan dengan beberapa cara yang cukup mistis dan filosofis.50 Cara-cara tersebut dilaksanakan di samping pelaksanaan dan upaya mengingat Allah (dzikir) secara terus - menerus, sehingga sampai tak sedetikpun lupa kepada Allah. Di antara cara yang biasanya di lakukan oleh para pengikut tarekat untuk dapat mendekatkan diri kepada Allah dengan lebih effektif dan etfisien adalah; tawashul, khalwat, dan muraqabah.

3.Mengambil Berkah                          
            Sebagai sebuah perkumpulan (jam’yyah) yang menghimpun para calon sufi (salik) yang kebanyakan terdiri dan masyarakat awam, dan tidak sedikit yang berprediket seorang pemula (mubtadi‘in) dalam hal ilmu keislaman, maka dalam bertarekat ada juga orang yang bertujuan sudah keluar dari tujuan yang seharusnya menjadi niat dan motifasi orang bertarekat. Tetapi karena tarekat menampung semua lapisan umat, maka dalam  terdapat amalan-amalan yang merupakan “konsumsi” masyarakat awam. Amalan-amalan tersebut kebanyakan bertujuan duniawi, seperti : mengharap berkah (tabarruk), keselamatan, kesejahteraan hidup, kesaksesan usaha, dll. Karena adanya tujuan-tujuan praktis tersebut, maka dalam tarekat terdapat amalan-amalan tertentu yang berorientasi duniawi. Tetapi justru amalan-amalan inilah yang biasanya mendominasi aktifitas para salik yang ada pada tataran pengikut, dan lebih populer dalam kehidupan rnasyarakat Islam. Dan karena ini juga, hingga tidak banyak ahli tarekat (pengikut tarekat), yang dapat meningkat maqam-nya sampai pada tingkatan sufi besar, atau mencapai maqam al-ma‘rifah. Di antara amalan-amalan tersebut adalah; wirid, manaqib, ratib, dan hizib.

Amalan-amalan dalam Tarekat

1. Amalan khusus  :
    Yang dimaksud dengan amalan khusus di sini adalah amalan yang benar-benar harus diamalkan oleh pengikut sebuah tarekat, dan tidak diamalkan oleh orang di luar tarekat atau pengikut tarekat lain. Amalan khusus ini bisa jadi bersifat individual, maupun kolektif.

a. Individual
            Yang dimaksud dengan amalan individual adalah amalan yang harus dikerjakan oleh seorang murid (pengikut) tarekat. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa, pelaksanaan amalan tersebut dilakukan secara berjama’ah.  Amalan-amalan individual itu adalah:
            a). Dzikir
Kata dzikir sebenarnya merupakan ungkapan dan pemendekatan kalimat “dzikrullah” ,Ia merupakan amalan khas yang mesti ada dalam setiap tarekat.51 Yang dimaksud dengan dzikir dalam suatu tarekat adalah mengingat dan menyebut nama Allah, baik secara lisan maupun secara batin (jahr / sirri atau khafi). Di dalam tarekat, dzikir diyakini sebagai cara yang paling efektif dan efesien untuk membersihkan jiwa dari segala macam kotoron dan penyakit-penyakitnya, sehingga hampir semua tarekat mempergunakan metode ini.52 Bahkan dalam istilah tasawuf, setiap yang disebut tarekat, maka yang dimaksudkan adalah tarekat dzikir.   

b). Muraqabah
Kontemplasi atau muraqabah duduk bertafakkur atau mengheningkan cipta dengan penuh kesungguhan hati, dengan penghayatan bahwa dirinya seolah-olah berhadapan dengan Allah, meyakinkan hati bahwa Allah senantiasa mengawasi dan memperhatikannya.53 sehingga dengan “latihan” muraqabah ini seseorang akan memiliki nilai ihsan yang baik, dan akan dapat merasakan kehadiran Allah di mana saja dan kapan saja ia berada.
Ajaran muraqabah ini bermacam-macam, dan memiliki beberapa pembagian. Ada di antara tarekat yang mengajarkan satu macam (tingkatan), ada yang empat. ada yang tujuh, dan bahkan ada yang dua puluh macam atau tingkatan muraqabah.54

c). Rabithah
            Rabithah adalah mengingat rupa guru (syekh) dalam ingatan seorang murid. Praktek rabithah ini merupakan adab dalam pelaksanaan dzikir seseorang. Yaitu sebelum seorang dzakir melaksanakan dzikirnya, maka terlebih dahulu ia harus mereproduksi ingatannya kepada syekh yang telah menalqin dzikir yang akan dilaksanakan tersebut. Bisa  berupa wajah  syekh, seluruh pribadinya, atau prosesi ketika ia mengajarkan dzikir kepadanya. Atau bisa juga hanya sekedar mengimajinasikan seberkas sinar (berkah) dari syekh tersebut.55
          Rabithah ini harus dilakukan oleh seorang dzakir dengan maksud antara lain sebagai pernyataan bahwa apa yang diamalkan itu adalah berdasarkan pengajaran dari seorang syekh yang memiliki otoritas (semacam referensi). Rabithah  juga berfungsi sebagai mengambil dukungan spiritual dari seorang  syekh. Dengan melakukan rabithah yang benar dan sempurna, seorang dzakir akan terhindar dari was–was (keraguan) dan godaan setan.56 Rabithah ini terkadang juga disebut tawajjuh,  karena proses rabithah harus mengimajinasikan diri seolah – olah sedang berhadapan dengan syekhnya, sebagaimana syehnya mengajarkan dzikir kepadanya dahulu.

d). Mengamalkan Syari’at
Dalam tarekat (yang kebanyakan merupakan jama’ah para sufi sunni), menepati syari’at merupakan bagian dari bertasawuf (meniti jalan mendekati kepada Tuhan). Karena menurut keyakinan para sufi sunni, justru prilaku kesufian itu dilaksanakan dalam rangka mendukung tegaknya syari’at.57 Sedangkan ajaran-ajaran dalam agama Islam, khususnya peribadatan mahdlah, merupakan media atau sarana untuk membersihkan jiwa.58 Seperti: bersuci dari hadas, shalat, puasa maupun haji.

e). Melaksanakan Amalan-Amalan Sunnah
Di antara cara yang diyakini dapat membantu untuk membersihkan jiwa dan  segala macam kotoran dan penyakit-penyakitnya, adalah amalan -amalan sunnah. Sedangkan di antara amalan-amalan tersebut yang diyakini memiliki dampak besar terhadap proses dan sekaligus hasil dari tazkiyat aI-nafsi adalah: membaca al-Qur’an dengan menghayati arti dan maknanya, melaksanakan shalat malam (tahajjud), berdzikir di malam hari, banyak berpuasa sunnah dan bergaul dengan orang-orang shaleh.59


f). Berprilaku zuhud dan Wara’
Kedua prilaku sufistik ini akan sangat mendukung upaya tazkiyat al-nafsi, karena zuhud adalah tidak adanya ketergantungan hati pada harta dan hal-hal yang bersifat dunia lainnya. Dan Wara’ adalah sikap hidup yang selektif, orang yang berprilaku demikian tidak berbuat sesuatu, kecuali benar-benar halal dan benar-benar dibutuhkan.60 Dan rakus terhadap harta akan mengotori jiwa demikian juga banyak berbuat yang tidak baik, memakan yang tidak jelas status lahal-haramnya (syubhat) dan berkata sia-sia akan memperbanyak dosa dan menjauhkan diri dari Allah, karena melupakan Allah.


g). Khalwat atau ‘uzlah
Khalwat atau ‘uzlah adalah mengasingkan diri dari hiruk pikuknya urusan duniawi. Sebagian tarekat tidak mengajarkan khalwat dalam artian fisik, karena menurut kelompok tarekat ini khalwat cukup dilakukan secara hati (khalwat qalbiyah).61 Ajaran tentang khalwat ini dilaksanakan dengan mengambil I‘tibar kepada sejarah perjalanan spiritual (sirah) Nabi, ketika beliau sering melakukan pengasingan diri (tahannuts) atau khalwat di Gua Hira’, menjelang masa pengangkatan kenabiyannya.62Tahannus atau khalwat Rasulullah saw. di Gua Hira’ tidak termasuk dalam syari’at Islam, karena pada sa’at itu Rasul belum diangkat sebagai nabi atau rasul. Tetapi dalam pandangan ahli tasawuf  semua perilaku Rasul baik sesudah maupun sebelum pengangkatan (bi’tsah) kerasulannya merupakan contoh dan teladan bagi  kehidupan seorang muslim.
Dan dalam pelaksanaannya, khalwat ini diisi dengan berbagai macam kegiatan ibadah (mujahadah) atau merupakan upaya yang sungguh-sungguh dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.63 Dalam tradisi Tarekat Naqsyabandiyah di Jawa dan Sumatra istilah khalwat, Iebih dikenal dengan istilah suluk


b. Amalan Kolektif atau Jama’ah
           
            Yang dimaksud dengan amalan yang bersifat kolektif atau jama’ah adalah amalan khusus yang harus dilakukan oleh pengikut tarekat tertentu sebagai sebuah jam’iyyah (organisasi). Maka pada dasarnya amalan tersebut bersifat ceremonial (upacara) yang diikuti oleh komponen-komponen tarekat secara lengkap, yang meliputi mursyid atau wakilnya, beserta para muridnya. Amalan-amalan yang bersifat kolektif  adalah: 
1). Khataman
               Kegiatan ini merupakan upacara ritual yang biasanya dilaksanakan secara rutin di semua cabang kemursyidan. Ada yang menyelenggarakan sebagai kegiatan mingguan, tetapi banyak juga yang menyelenggarakan kegiatannya sebagai kegiatan bulanan. Walaupun ada sementara kemursyidan yang menamakan kegiatan ini dengan istilah lain, yaitu khususiyah atau tawajjuhan, tetapi pada dasarnya sama, yaitu pembacaan ratib atau aurad khataman  sebuah tarekat.64
               Dari  segi tujuannya, khataman merupakan kegiatan individual, yakni amalan tertentu yang harus dikerjakan oleh seorang murid yang telah mengkhatamkan pendidikan dzikir sirri (tarbiyat dzikir latha’if). Dan khataman sebagai suatu ritus (upacara sakral) dilakukan dalam rangka tasyakuran atas keberhasilan seorang murid dalam melaksanakan sejumlah beban dan kewajiban .
               Tetapi dalam prakteknya khataman merupakan upacara ritual yang “resmi“ lengkap dan rutin, sekalipun mungkin tidak ada yang sedang syukuran khataman. Kegiatan khataman ini dipimpin langsung oleh mursyid atau asisten mursyid (khalifah kubra). Sehingga forum khataman  sekaligus berfungsi sebagai forum tawajjuh, serta silaturrahmi antara para ikhwan.
           Kegiatan khataman ini biasanya juga disebut mujahadah, karena memang upacara dan kegiatan ini dimaksudkan untuk mujahadah (bersungguh – sungguh dalam meningkatkan kwalitas spiritual para salik), baik dengan melakukan dzikir dan wirid, maupun dengan pengajian dan bimbingan ruhaniyah oleh mursyid.65

2. Amalan-amalan Umum
            Yang dimaksud dengan amalan umum adalah yang ada  dan menjadi tradisi dalam tarekat, tetapi  amalan juga biasa dilakukan oleh masyarakat Islam di luar pengikut tarekat.

a.      Amalan Individual
            Yang dimaksud dengan amalan umum individual adalah amalan yang biasa dijerjakan oleh para pengikut tarekat dan orang Islam secara umum, serta  dikerjakan secara perorangan. Adapun amalan tersebut adalah:
1). Wirid
Wirid adalah suatu amalan yang harus dilaksanakan secara terus menerus (istiqamah) pada waktu-waktu tertentu dan dengan jumlah bilangan tertentu juga. seperti setiap selesai mengerjakan shalat lima waktu, atau waktu-waktu tertentu Iainnya. Wirid ini biasanya berupa potongan-potongan ayat, atau shalawat atau nama-nama indah Tuhan (al-asma’ al-husna). Perbedaannya dengan dzikir di antaranya adalah; kalau dzikir diijazahkan oleh seorang mursyid atau syekh dalam prosesi khusus (bai‘at, talqin, atau khirqah).66 Sedangkan wirid tidak harus diijazahkan oleh seorang mursyid dan tidak diberikan dalam prosesi khusus. Sedangkan dari segi tujuannya juga memiliki perbedaan diantara keduanya. Dzikir dikerjakan hanya semata-mata ibadah (mendekatkan diri kepada Allah), sementara wirid dikerjakan untuk tujuan-tu]uan tertentu yang bersifat keduniaan. Seperti untuk kelancaran rizki (jalb aI-rizki), kewibawaan dan sebagainya.
2). Tawashul
Tawasshul atau berwashilah dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah yang biasa dilakukan di dalam tarekat adalah suatu upaya atau cara (wasilah), agar pendekatan diri kepada Allah dapat dilakukan dengan lebih ringan.
يا أيها الذين أمنوا اتقوا الله وابتغوا اليه الوسيلة  وجاهدو فى سبيله    لعلكم بفلحون

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, supaya kamu menjadi orang yang beruntung” .QS: al-Maidah (5):35.67

Di antara bentuk­ bentuk tawasul yang biasa dilakukan adalah berhadiah bacaan surat al-fatihah kepada para syekh sejak dari Nabi sampai mursyid yang mengajar dzikir kepadanya.
Tawasul biasanya juga dilaksanakan dengan bentuk tawajjuh, yaitu menghadirkan wajah guru (mursyid) scolah-olah berhadapan dengannya ketika akan mengerjakan dzikir. Istilah lain dari tawajjuh ini adalah rabithah, yaitu mengikat ingatan tentang proses pembai’atan atau wajah yang membai’at.68Ada juga bentuk lain dalam tarekat yang melaksanakan tawassul dengan istighraq (mengekspresikan diri tenggelam dalam nur Muhammad), atau mengekspresikan bahwa dirinya adalah Muhammad itu sendiri.69
           
3). Hizib
            Hizib secara bahasa beraati tentara, tetapi do’a khusus tetapi sudah sangat populer di kalangan masyarakat Islam (pesantren) disebut dengan hizib (lawannya hirish),  adalah karena dengan do’a ini seseorang akan memiliki kekuatan bagaikan orang yang memiliki tentara , karena khadam (pelayan makhluk ghaib) yang ada dalam do’a tersebut.  
Hizib adalah suatu do’a yang cukup panjang , dengan lirik dan bahasa yang indah yang  disusun oleh seorang ulama’ besar.70 Hizib ini biasanya merupakan do’a andalan seorang syekh yang biasanya juga diberikan kepada para muridnya secaraijazah yang jelas (ijazah sharih). Do’a ini diyakini oleh kebanyakan masyarakat Islam (kebanyakan kaum santri) sebgai amalan yang memiliki daya katrol spiritual yang sangat besar, terutama jika diperhadapkan dengan ilmu-ilmu gaib dan kesaktian.71 Berikut ini adalah satu contoh jenis hizib.
 بسم الله الرحمن الرحيم :  اللهم تحصنت بخفي لطف الله, بلطيف صنع الله, بجميل ستر الله, دخلت في كنف الله, وتشفعت بسيدنا رسول الله صلى الله عليه وسلم  بدوام ملك الله لاحول ولاقوة إلا بالله العلي العظيم .بياه×3 , أهيل ×3 , أهياش ×3 ,أهيا شراهيا حجبت نفسي بحجاب الله , ومنعتها بأيات الله وبأيات البينات وبذكر الحكيم , وبحق قال من يحي العظام وهي رميم, جبرائيل عن يميني , وميكائيل عن يساري, وإسرافيل عن خلفي , وسيدنا وحبيبنا محمدا صلى الله عليه وسلم أمامي, وعصى موسى في يدي فمن رأني يهابني ×3 ,وختم سليمان علي لساني فمن تكلمت إليه  قضى حاجاتي ×3 , ونور يوسف على وجهي فمن رأني يحبني×3 , والله من ورائهم محيط بي هو المستعان على أعدائي , لا إله الا الله الكبير المتعالى,وصلى الله على سيدنا محمد الأمة ,وكاشف الغمة, وعلى أله وصحبه ورضاأ نفسه وزينة عرشه ومداد كلماته و الحمدلله رب العالمين72

Artinya:
Dengan menyebut Asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang;
Ya Allah, aku berlindung dengan kesamaran kelembutan Allah, kelembutan ciptaan Allah, keindahan tirai Allah, dan aku masuk ke dalam penjagaan Allah, dan aku memohon syafa’at tuan kami utusan Allah SAW. Dengan keabadian kerajaan Allah, yang tidak ada daya dan kekuatan kecuali karena Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.Biyahin x3, Uhailin x3, Ahyasyin x3, Ahyan, Syarahian,73aku menutupi diriku dengan tutupnya Allah, dan memagari diriku dengan ayat-ayat Allah, dan ayat-ayat kejelasan, dan dengan sebutan Yang Maha Bijaksana (al-Qur’an), dan dengan kebenaran firman Allah “ Ia berkata: siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh”.74Malaikat Jibril dari samping kananku , Malaikat Mikail ada dari samping kiriku, Malakikat Isrofil dari  arah belakangku, dan tuan dan kekasih kami (yaitu) Nabi Muhammad Saw. Berada di hadapanku. Tongkatnya Nabi Musa di tanganku, maka siapa yang melihatku akan gentar x3, cincinnya Nabi Sulaiman ada di lidahku, maka siapa saja yang aku ajak bicara pasti akan menuruti kehendakku x3, cahayanya Nabi Yusuf berada di wajahku, maka siapa yang memandangku akan mencintaiku x3, dan untukku Allah mengelilingi mereka dari arah belakang , dan Dialah penolong dari musuh-musuhku, ma tidak ada tuhan kecuali Allah Yang Maha Besar lagi Maha mengungguli,  Semoga Allah memberikan kesejahteraan atas tuan kami Muhammad yang Ummi, sang penyingkap kedukaan, dan juga atas keluarganya dan para sahabatnya berupa kerelaan diri-Nya, hiasan singga sana-Nya, keluasan kalimat-kalimat-Nya, dan segala puji bagi Allah, Sang pemelihara seluruh alam ”.

Walaupun hizib  adalah susunan seorang wali mursyid, tetapi sepengetahuan penulis do’a hizib tidak diberikan kepada para murid tarekat. Akan tetapi hizib banyak diamalkan oleh ulama’ ahli ilmu hikmah (ilmu-ilmu ketabiban dan kesaktian yang berdimensi islam). Sementera itu  kebanyakan mursyid kurang sependapat dengan pengamalan hizib (khususnya bagi murid tarekat), karena sehebat-hebatnya hizib tidak berarti jika diperbandingkan dengan Surat al-Fatihah.  Dan juga ada seorang ahli ilmu hikmah yang mengatakan, bahwa khadam (kandungan kekuatan spiritual) semua hizib adalah jin muslim.
           
4). ‘Ataqah atau fida’ Akbar
‘Ataqah atau penebusan diri dilaksanakan dalam rangka membersihkan jiwa dari kotoran atau penyakit-penyakit jiwa.75 Bahkan cara ini dikerjakan oleh sebagian tarekat sebagai penebus harga surga,76 atau penebusan pengaruh jiwa yang tidak baik (menghilangkan dorongan emosi dan tabi’at kebinatangan/untuk mematikan nafsu).77
Bentuk dan cara ’ataqah ini, adalah seperangkat amalan tertentu yang dilaksanakan dengan serius (mujadah), seperti membaca surat al- ikhlas sebanyak 100.000 kali, atau membaca kalimat tahlil dengan cabangnya sebanyak 70.000 kali, dalam rangka penebusan nafsu amarah atau nafsu-nafsu yang lain. Dalam pelaksanaanya, ‘ataqah dapat dilakukan secara kredit.78 Fida’ atau ‘ataqah ini biasanya juga dilaksanakan oleh masyarakat santri di Pulau Jawa, mereka melakukannya untuk orang lain yang sudah meninggal dunia.

2.      Amalam Kolektif atau Jama’ah
            Amalan umum yang dilaksanakan secara  atau berjama’ah itu misalnya:
a.      Istighatsah
            Istighatsah sebenarnya berarti permohonan atau semakna dengan do’a. Tetapi biasa nya yang dimaksud dengan istighatsah adalah do’a bersama yang tidak mempergunakan kalimat-kalmat do’a secara langsung, tetapi mempergunakan bacaan-bacaan ratib tertentu.

b. Manaqib
Manaqib sebenarnya adalah biografi seseorang, tetapi biografi seorang sufi besar atau kekasih Allah (waliyullah) seperti syekh Abd Qadir al-Jilaniy, atau Syekh Bahauddin al-Naqsyabandiy diyakini oleh para pengikut tarekat memiliki kekuatan spiritual (barakah).79 Sehingga bacaan Manaqib seringkali dijadikan sebagai amalan,
terutama untuk tujuan terkabulnya hajat-hajat tertentu. Amalan manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jilani bahkan bisa lebih populer dari pada Tarekat Qadiriyah sendiri. Di Pulau Jawa misalnya, Tarekat Qadiriyah tidak banyak dianut oleh masyarakat Islam  pada umumnya, bahkan secara organisasi tarekat ini tidak ada.80 Akan tetapi pengamal manaqib syekh Abd  al- Qadir sangat besar, bahkan organisasi pengamalnyapun juga sangat besar di pulau ini. Khususnya di wilayah Jawa Timur dengan pusat kota Jember. Begitu juga halnya, masyarakat umum ( kalangan santri maupun abangan), banyak yang mengamalkan manaqib ini, walaupun bukan pengikut tarekat

c. Ratib
Ratib adalah seperangkat amalan yang biasanya harus diwiridkan oleh para pengamalnya. Tetapi ratib ini merupakan kumpulan dan beberapa potongan ayat, atau beberapa surat pendek , yang digabung dengan bacaan-bacaan lain, seperti; istighfar, tasbih, shalawat. al-asma’ al-Husna, dan kalimat thayyibah dalam suatu rumusan dan komposisi (jumlah bacaan masing-masing) telah ditentukan dalam suatu paket amalan khusus.81 Ratib ini biasanya disusun oleh seorang mursyid besar dan diberikan secara ijazah kepada para muridnya. Ratib ini biasanya diamalkan oleh seseorang dengan tujuan untuk meningkatkan kekuatan spititualnya dan wasilah dalam berdo’a untuk kepentingan dan hajat-hajat besarnya.82


[1] Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1973, h.64.
[2]Ibrahim Madkour, Fi al-Falsafat al-Islamiyah: Manhaj wa Tathiquhu, diterjemahkan oleh Yudian Wahyudi Asmin dengan judul; Aliran Teologi dan Filsafat  Islam , Jakarta : Bumi Aksara, 1995, h. 101.
[3] Ibid., h. 103.
[4]Ahmad Tafsir, “Tarekat dan Hubungannya dengan Tasawuf”, dalam Harun Nasution (ed.), Thoriqot Qadiriyah Naqsyabandiyah : Sejarah, Asal-usul dan Perkembangannya, Tasikmalaya: IAIIM, 1990,  h. 28.
[5] K. Ali, A Study of Islamic History, Delhi : Idarat Adabi. 1990,  h. 273).
[6]Hasan Ibrahim Hasan, Islamic History and Culture From 632 – 1968 M, diterjemahkan oleh Djahdan Human (ed) dengan judul : Sejarah dan Kebudayaan Islam , Yogyakarta : Kota Kembang, 1989, h. 245 – 266.
[7] Harun Nasution, Islam ditinjau, jilid I, op. cit, h. 79.
[8] K. Ali, op. cit, h. 134-135.
[9]Mereka banyak berkumpul dengan para al-’ulama al Shalihin banyak puasa, membaca Al-Quran, dan dzikir serta mengasingkan diri dari keramaian duniawi yang diyakini sebagi obat penentram jiwa. Baca Abu Bakar al-Makky, Kifayat al-Atqiya’ wa Minhaj al-Ashfiya’ ,Surabaya : Sahabat Ilmu, t.h. 49-51.
[10] Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, jilid III, Kairo : Mustafa al-Bab al Halabi, 1334 .H., h. 16-20, dan baca karya-karya yang lain.
[11]Al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, Bandung : Pustaka, 1974, h. 234.
[12]Saifulah Muzani (Ed), Islam Rasional : Gagasan dan Pemikiran Prof. DR. Harun Nasution , Bandung : Mizan, 1996, h. 366.
[13]Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, Jakarta: UI-Press, 1982, h. 35.
[14]M. Th. Houstma, A.J. Weinsinck, et al. (ed), Encyclopaedia of Islam, Leiden : E.J. Brill, 1987, h. 669.
48 Karena sebenarnya istilah tarekat itu sendiri terambil dari bahasa Arab thariqah yang berarti methode atau jalan. Yakni, methode atau jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Baca. A. Wahib Mu’thi, “Tarekat: Sejarah Timbulnya,Macam-macam, dan Ajaran-ajarannya dalam Tasawuf , Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina ,T.th. h. 141.
49Mir Valiuddin, Contemplative Disciplines  in Sufism, diterjemahkan oleh MS.Nasrullah dengan judul Dzikir dan Kontemplasi dalam Tasawuf, Bandung: Pustaka Hidayah,  1996, h. 45. Baca juga dalam kitab-kitab para pengikut tarekat, biasanya disebutkan bahwa tarekat adalah ilmu yang membahas masalah hal-ihwal jiwa, yang menyangkut masalah katakteristik penyakit-penyakitnya dan cara penyembuhannya. Baca dalamٌ Zamroji Saerozi, al-Tadzkirat al-Nafi’ah fi silsilati al-Thariqtaini al-Qadiriyah Wa al-Naqsya bandiyah. Jilid 1, Pare: TP,1983, h.13-14.
50 Ha1 ini cukup bisa dimengcrti karena kemunculan tarekat setelah perkembangan tasawuf melewati masa kcjayaan tasawuf filosofis.Baca, A.J. Berry. Loc.cit.
51 Baca A Wahib Mu’thi, op. cit, h. 154
52 Dzikir memang bermanfa’at ganda, di samping ia berfungsi scbagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah sekaligus untuk membersihkan jiwa, tetapi susah untuk rnengidentifisirnya. mana yang dahulu di antara keduanya.
53 Secara kebahasaan, arti muraqabah sendiri  adalah mengintai dan mengawasi dengan penuh perhatian. Lihat A. Warson Munawir, Kamus Arab-lndonesia, Yogyakarta; aI-Munawir. 1984. h.557.
54Muraqabah dalam Tarekat Qadiriyah ada 4 (cmpat) macam, dalam Tarekat Naqsyabandiyah Mujaddidiyah ada  11 (sebelas) macam, dan dalam Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah ada 20 (dua puluh) macam dan tingkatan muraqabah., dan dalam Tarekat Khistiyah terdapat 8 (delapan) jenis muraqabah. Baca. Mir Valiuddin, op.cit. h. 202-2 10., Muslih Abdur Rahman,’umdat al-Salik fi khair al-Masalik, Purworejo: Syirkah al-Tijariyah fi Ma’had Berjan, T th., h. 138.
55Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia , Bandung : Mizan, 1992, h. 83 – 84.
56 Tentang, Manfaat dan dasar hukum rabithah baca selengkapnya dalam A. Fuad Said, op. cit. h. 71 – 79 .
57 Baca Abd.Aziz Dahlan, Tasawaf Sunni dan Tasawuf Falsafi: Tinjauan filosofis, Jakarta: Yayasan Paramadina,t.th. h. 125
58 Banyak hadits yang menerangkan tentang fadlilah -fadlilah ibadah sebagai pembersih jiwa dan noda dan dosa.
59Sayid Abi Bakar al-Makky, Kifayat al-Atqiya’  Wa minhaj al-Ashfiya’, Surabava: Maktabah Sahabat 1lmu, t.th, h.4
60 Sayid Abi Bakar at-Makky, ibid.,h. 10,20.
61Di antara kelompok tarekat yang hanya melakukan khalwat Qalbiyah, adalah              Tarekat Qadiriyah beserta-cabang-cabangnya.
62Abd  al-Halim Mahmoud, Qadhyat al-Tashawwuf, al-munqidl min al-Dlalal, diteriemahkan oleh Abu Bakar Basemeleh dengan juduI, Hal ihwal Tasawuf. Indonesia: Dar al-lhya’, T.th, h.386
631nformasi dan pengamatan langsung dari para pengikut Tarekat Naqsyabandiyah di Nganjuk Jawa Timur.
64Tawajjuh dalam kesempatan itu berarti bertemunya (berhadap – hadapan, antara murid dengan mursyidnya). Baca Qawaid, Tarekat dan Politik Kasus Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyah di Desa Mranggen Demak Jateng (tesis), Jakarta : PPS – UI, 1993. h.188
65 Demikian yang berlaku di kemursyidan Pare Kediri Jatim
66 Para ahli tarekat khususnya, dan para sufi pada umumnya, berkeyakinan babwa dzikir harus dibai’atkan.Karcna kalau tidak dibai’atkan. maka nilai ibadah amalannya tersebut hanya bernilai sebagai wirid biasa.Wawancara dengan mursyid Tarekat Qadiriyah Wa Naqsyabandivah di Jombang (KH.Makky Maksoum). Jombang: 29Juli 1996.
67 Depag RI, op.cit.,h.165.
68 Kebanyakan tarekat menggunakan semua cara tersebut dan dikemas dalam satu proses sebelum melakukan dzikir secara beruntun. Cara ini juga dilakukan dalam Tarekat Naqsyabandiyah Wawancara dengan Syekh Syihabul Millah ,mursyid Tarekat Naqsyabandiyah di Nganjuk .Jawa Timur, Februari, 1996.
69 Tawassul dengan cara lstighraq  tersebut misalnya dikerjakan dalam Tarekat Qadiriyah di Mandar, Sulawcsi Selatan. Wawancara dengan  Drs.H. Muhammad Ilham  Saleh (mursyid Tarekat Qadiriyah ) ,Ujung Pandang; 2 Maret 1997 . Di samping rnacam-macam bentuk  tersebut di atas, tawassul juga biasa dilakukan secara perkataan (qauli),model ini biasanya untuk doa dan hajat-hajat tertentu.
70 Lihat kitab Dalail al-Khairat, kifab yang memuat banyak hizib yang disusun oleh Abu Hasan al-Sadzili, mursyid Tarekat Sadziliyah. Lihat . Majmu‘at al-Khairat, Surabaya: Nabhan, T.th.
71 Masyhuri, Fenomena Alam Jin: Pengalam Spiritual Dengan Jin, Solo: CV. Aneka, 1996, h. 7
72 Hizib tersebut adalah hizb al-khafi, ijazah dari KH. Abdullah Umar, Nasyir al-Aurad wa al-Ahzab, di Nganjuk- Jawa Timur
73Lafazh-lafazh tersebut tidak diketahui secara pasti, tetapi menurut pemberi ijazah hizib ini, kata-kata tersebut termasuk Asma-asma Allah dalam bahasa Siryani. Sementara ada juga yang mengatakan sebagai nama-nama jin. 
74QS:Yasin (36):78.
75’Ataqah ini sebenarnya juga dzikir. tetapi ia dilaksanaan dengan niat sebagai ‘ataqah (tebusan) nafsu tatentu, dan tidak semua tarekat mempergunakan istilah ini. walaupnn mungkin mempraktekan.
76Misalnya Tarekat Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah. Baca Zarnroji Saerozi, al-Tadzkirat al-Nafi ‘ah Silsilati al-Thariqat al-Qadiriyah wa al- Naqsyabandiyah, jilid II, Pare:T.P. 1 986, h.4.
77Isma’il    ibn M.Sa’id al-Qadiri, al-Fuyudlat al-Rabbaniyah fi mu‘atsiri wa al-A wradi al-Oadiriyah , Kairo: Masyhad al- Husaini, h.15.
78Bacaan surat al-ikhlas tersebut dipergunakan oleh Tarekat Qadinyah Wa Naqsyabandiyah, sedangbn bacaan tahlil dipergunakan oleh Tarekat Qadiriyah. Lihat Zamroji, loc.cit,dan lsma’iI, ibid,
79Dudung Abdurahman  Upacara Manaqiban pada penganut Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, dalam Jurnal Penelitian Agama. No.11/ September-Desernber 1992. Yogyakarta:  BaIai Penelitian P3M. IAIN. Sunan Kalijaga, 1992, h. 49.
80Wawancara dengan H. Jamaluddin, Khalifah Tarekat Qadiriyah di Sulawesi Selatan, Ujung Pandang: 7 Septcmber 1996.
81Lihat misalnya, “Ratib Samanyang disusun oleh mursyid Tarekat Samanniyah, Muhammad Ibn Abd  al-Karim al-Quraisyi al-Madaniy al- Samani (manuskrip), Kode A. 674. Ronkel, 1913. Jakarta: Perpustakaan Nasional, 1913.
82 Wawancara dengan pengamal Ratib  al-Had dad Drs Ahmad Muhamtnad, Ujung Pandang; 2 November,1997.
Read more…

SHOLAWAT ULUL ALBAB