Ringkasan Sejarah Islam di Indonesia

Ringkasan Sejarah Islam di Indonesia
Oleh; Kharisudin Aqib   
 
 

A. Pengantar

Untuk memahami kondisi umat Islam di Indonesia sekarang, baik secara politik, ekonomi dan sosial budaya termasuk model keislamannya, tidak mungkin bisa memahaminya dengan baik kecuali telah memahami sejarah kedatangan umat Islam dan perkembangannya di Indonesia.
Setidaknya ada tujuh fase historis penting yang mempengaruhi corak dan warna warni serta subur dan kurusnya keislaman umat di Indonesia, ketujuh fase ini adalah; fase dakwah infirodiyah (individual), dakwah rosmiyah (formal); masa kewalian dan masa kesultanan, masa kolonial (penjajahan), masa kebangkitan, masa kemerdekaan dan masa kini (kontemporer).
In syaa'a Allah ke tujuh fase tersebut akan saya tulis  walaupun sekedar ringkasannya saja. Semoga bermanfaat dan berkah untuk semua.
B. Fase Dakwah Individual (abad 7-13 M).
Islam sudah masuk di kawasan Nusantara, sudah cukup lama, yakni sekitar tahun 650 (masa ke khalifahan Sahabat Usman bin Affan). Islam dibawa oleh para pedagang Arab yang telah menguasai peta laut dan navigasi. Juga secara individual dilakukan oleh para sufi dan dzurriyyah Nabi. Sehingga sebenarnya Islam sudah masuk di kawasan Nusantara sangat lama. Akan tetapi belum bisa tumbuh subur dan menjulang tinggi ke permukaan peradaban. Islam hanya menjalar di dalam 'tanah' sebagai akar budaya. Kelas elit politik dan sosial kawasan Nusantara belum bisa menerima Islam lebih karena para da'inya. Dalam pandangan agama Hindu dan Budha, sebagai agama penguasa kawasan ini pada masa itu, para petani, pedagang dan tukang adalah kasta (kelas sosial) yang paling rendah, mereka tidak berhak 'berbicara' perkara sakral dan suci (agama). Sehingga pada era ini (abad 7-13), Islam hanya berwujud agama budaya dalam komunitas proletar (rakyat jelata).
C. Fase Dakwah Resmi (abad 14-16 M)
Sekitar dua setengah abad (14-16 M), meliputi dua era, yakni era kewalian dan era kesultanan. Era ini sempat moncer dan bersinar terang, menerangi seluruh kepulauan Nusantara.
Bersamaan dengan meredupnya pamor kerajaan-kerajaan Hindu Budha di kawasan Nusantara, karena kejahatan dan menguatnya kekuatan hitam (Tantrayana kiri), sehingga wilayah Nusantara, khususnya pulau Jawa, menjadi daerah yang 'suram' jalmo Moro jalmo mati (setiap orang yang datang pasti mati). Maka kekhalifahan Islam di Turki (Khalifah Muhammad 2) mengubah strategi dakwahnya di wilayah Nusantara dengan mengirimkan tim da'i profesional, yang dikenal di Pulau Jawa dengan istilah WALI SONGO. Mereka adalah para ulama' Sufi yang Zuhud lagi memiliki keahlian yang sangat tinggi. Mereka antara lain didatangkan dari Palestina, Maroko, Kamboja dan Mesir. Konon organisasi ini berjalan selama 6 pereode dengan jumlah selalu 9 orang, pada area dakwah 9 daerah kewalian (9 wilayah). Tugas para wali tersebut di samping berdakwah mengajak masyarakat untuk masuk dan memeluk agama Islam, melaksanakan kepemimpinan umat juga membentuk pemerintahan Islam yang resmi di bawah otoritas Kekhalifahan Dinasti Usmaniyah yang berpusat di Turki dan wakil kekhalifahan di Makkah, (Syarif, wali kota Makkah).
Pemerintahan Islam yang dibentuk oleh para Walisongo adalah kesultanan, yang wilayah kerjanya mungkin setara dengan Gubernuran.
Pada era inilah warna keislaman di Nusantara, khususnya Indonesia menjadi sangat jelas, yakni Islam sufistik, yang bermazhab Syafi'i. Sebagaimana marna keislaman Kekhalifahan turki Usmani.
D. Fase Kolonialisme (Abad 17-20 M).
Dalam sejarah Indonesia, abad ini disebut Fase kolonialisme. Dari sisi sejarah Islam Indonesia, fase ini masih masuk fase kesultanan. Karena pada fase ini umat Islam masih di bawah pemerintahan para sultan dan Adipati, khususnya sampai awal abad 19-an. Sekalipun pemerintahan Islam kebanyakan sudah tidak berdaya dan sangat 'tua' menghadapi hegemoni para kompeni (pedagang) dari Belanda, yang lebih maju dalam hal teknologi (tranportasi dan militer), dan cara berfikir. Sehingga pada era ini, umat Islam berada di dalam beberapa kondisi politik; melemahnya politik Islam, penjajahan Belanda, kebangkitan nasionalisme Islam. Kebangkitan nasionalisme Indonesia dan kemerdekaan.
1. Fase melemahnya politik Islam.
Kedatangan bangsa Eropa (Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda), di kawasan Nusantara ini sangat besar pengaruhnya terhadap 'kesehatan' politik umat Islam. Dengan taktik 'Devide at Ampera' (memecah belah dan menguasai), secara sistematis kesultanan dan Islam politik bisa dibonsai dan dikuasai, dengan pelan-pelan tetapi pasti. Sehingga Islam di Indonesia belum pernah muncul sebagai kekuatan puncak, tingkat nasional maupun internasional. Pemerintahan Islam di kawasan Nusantara baru bersifat lokal regional saja.
Kekuasaan Sultan Iskandar muda dari Aceh (Samudera Pasei) dan Sultan Agung dari Mataram Surakarta, adalah puncak prestasi politik Islam. Hampir semua kesultanan dan kadipaten, runtuh karena perang saudara, dengan sutradara para politikus licik kompeni Belanda.
2. Era Titik Nadir Sejarah Islam Indonesia.
Sekitar abad 18 -19 M adalah titik nadir kondisi umat Islam di Indonesia, dalam hampir semua kondisinya, (ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya). Hampir seluruh kesultanan, dan kadipaten Islam di seluruh wilayah Nusantara berada di dalam cengkeraman dan penindasan kaum penjajah (Belanda, Inggris dan Portugis).
Mulai saat itu, terjadinya dikotomi dan komunitas muslim yang beragam.
Umat Islam yang kurang kuat iman dan ilmunya cenderung mengikuti para penjajah (menjadi pegawai dan karyawan mereka), menjadi kelas bangsawan pro penjajah (budaya, cara berfikir dan agamanya). Sementara yang imannya kuat dan dan berdaya, mengambil peran oposisi, dan mengambil garis demarkasi dengan penjajah, bahkan membuat benteng -benteng pertahanan agama dan budaya yang disebut pesantren. Dari sinilah lahir komunitas santri.  Sedangkan kelompok tengah (para pedagang dan profesi) selanjutnya berkembang menjadi yang keislaman tidak terbina dengan baik, tetapi juga tidak mengikuti agama dan budaya penjajah Belanda. Mereka itu yang di belakang hari disebut kaum abangan.
Terjadi dikotomi pendidikan dan keilmuan, pendidikan agama (pondok pesantren-madrasah) dan umum (sekolah-universitas). Juga menguatnya keberadaan pengaruh agama Kristen dan peradaban Belanda di Indonesia.
Ekploitasi besar-besaran terhadap sumber daya manusia dan sumber daya alam Nusantara dilakukan oleh para penjajah, baik oleh Belanda maupun yang lain. Tanam paksa untuk suplai kebutuhan pasar Eropa, maupun kerja paksa untuk pembangunan infrastruktur pendukung kelancaran roda ekonomi dan pemerintahan pada masa ini selalu dilakukan oleh pemerintah Belanda, atas rakyat kecil, (para petani dan kaum buruh) dari pedesaan.
Pendidikan bagi rakyat biasa tidak difasilitasi oleh pemerintah, kecuali dengan sangat terbatas. Kaum muslimin menyelenggarakan sendiri pendidikannya di pondok, dan masjid serta surau - surau. Itupun hanya masalah agama saja.
3. Era Kebangkitan dan Perlawanan Umat Islam.
Akhir abad 18 dan  abad 19 adalah era kebangkitan Islam dan perlawanan umat terhadap para penjajah Belanda,  khususnya di kawasan Nusantara (termasuk Indonesia).
Ketika umat Islam berada di titik nadir peradabannya, para penjajah Belanda mulai lebih intensif mengembangkan peradabannya, termasuk agamanya (Kristen, baik Katholik maupun protestan). Gereja atau tempat ibadah dan pendidikan, basis peradaban barat, banyak didirikan. Maka mulailah terjadi kebangkitan umat Islam untuk selanjutnya melakukan perlawanan terhadap pemerintah Hindia Belanda. Para sultan, pangeran dan ulama' mulai angkat senjata. Mulai dari Sabang sampai Merauke. Sultan Banten, Sultan Syarif Hidayatullah, Sultan Alauddin, Sultan Hasanuddin, Pangeran Diponegoro, dll. Inilah kebangkitan dan perlawanan umat Islam Nusantara, kebangkitan atas dasar semangat keislaman dan primordial bangsa timur vs Barat. Inilah kebangkitan umat Islam Nusantara yang pertama.
Sedangkan kebangkitan dan perlawanan umat Islam terhadap penjajah, mulai abad 19 sampai dengan awal abad 20 adalah abad kebangkitan para pemuda, dari kalangan ilmuwan dan tokoh muda. Khususnya mulai tahun 1908 dan seterusnya. Khususnya di Pulau Jawa (Jawa timur dan Jawa tengah), pasca perang Diponegoro 1825 -1830, telah terjadi kebangkitan nasionalisme kaum santri. Para ulama' dan mantan  pengikut pangeran Diponegoro, banyak sekali yang  mendirikan pesantren, sekaligus Pesanggrahan benteng pertahanan dan perlawanan terhadap penjajah Belanda secara ideologi, agama dan budaya. Pesantren -pesantren inilah yang disebut sebagai Cagar budaya Islam Nusantara.
Seiring dengan runtuhnya sistem pemerintahan Islam (dibubarkannya kekhalifahan Turki Usmani di Istanbul, tahun 1924), terjadilah kebangkitan umat Islam yang ke dua.  Kebangkitan ke dua umat Islam dan  masyarakat terjajah di kawasan Nusantara ini dipelopori oleh para pemuda atau kaum terpelajar muda. Awal tahun 1900an mereka mulai bangkit,  baik dari kalangan santri, priyayi dan abangan, bahkan para tokoh non muslim. Para ulama' alumni timur tengah (Makkah, Yaman dan Mesir) sarjana produk pendidikan barat (dalam dan luar negeri), dan para tokoh pergerakan serta aktifis kemasyarakatan. Semuanya bangkit bersama - sama melawan kolonialisme barat, dan penjajahan Belanda. Tahun 1928 membuat momentum sejarah NKRI, dengan "Sumpah Pemuda". Kebanyakan mereka mendirikan organisasi pergerakan, Perjuangan, dakwah dan profesi. Seperti, Serikat Dagang Islam, Budi Utomo, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama', PKI, Masyumi dll. Semuanya mengajak masyarakat untuk bangkit melawan dan melepaskan diri dari penjajahan Belanda.
Melalui prakarsa para santri H. Oemar Said Tjokroaminoto, pemuda Soekarno dkk. Juga segenap tokoh elemen bangsa akhirnya bangsa Indonesia bisa merdeka dan lepas dari penjajahan Belanda.
4. Era Kemerdekaan.
Sumpah pemuda adalah start kebangkitan nasionalisme dan patriotisme sebagai embrio bangsa Indonesia. Dan era kemerdekaan NKRI dimulai dari sini. Semua suku bangsa yang mendiami kepulauan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, yang menjadi jajahan kolonial Belanda, sepakat mendirikan satu negara yang disebut Indonesia. Sepakat menyatukan berbagai macam perbedaan dalam satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa, yaitu Indonesia. Dengan semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" (berbeda-beda tetapi tetap satu tujuan).
Era kemerdekaan ini sangat menentukan corak dan warna negara dan pemerintahan Indonesia. Para tokoh perintis kemerdekaan, khususnya 9 'wali songo' Indonesia (Ir. Soekarno, Drs. Moh.Hatta, Mr. Muhammad Yamin, AA.Maramis, KH. Wahid Hasyim, H. Agus Salim, R. Abi Kusno, R. Soebagyo).
Terjadinya saling mempengaruhi di antara tiga ideologi politik umat Islam (nasionalis, nasionalis-relegius dan islamis), dapat kompromikan dalam bentuk konstitusi sangat simpel tapi  meliputi (baligh) yakni UUD 1945, khususnya pada bagian pembukaannya, yaitu Pancasila. Juga bentuk negara yang indah dan harmonis, NKRI, dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Konsep negara secara lengkap berhasil dideklarasikan pada tanggal 18 Agustus 1945. Inilah peran penting, kearifan dan jasa monumental, yang luar biasa para 'wali' pendiri negara kesatuan republik Indonesia. Ketidak puasan beberapa pihak minoritas yang ekstrim, khususnya kelompok komunis dan islamis sering kali menjadi  ganjalan dalam perjalanan roda pemerintahan. Dan bisa dibersihkan setelah berakhirnya pemerintahan Republik Indonesia pereode pertama (Orde lama). Berkah Rahmat Allah, dan karomahnya para wali, wilayah negeri ini selalu dalam lindungan Allah SWT dan bimbingan-Nya, dapat istiqamah dalam Islam yang modern dan moderat, sejak awal pendirian hingga saat ini.
 5. Era pasca kemerdekaan.
Pasca kemerdekaan, keberadaan umat Islam dapat dilihat di dalam tiga orde pemerintahan,  yaitu orde lama, orde baru dan orde reformasi.
- Orde Lama.
Pada masa orde lama, umat Islam masih tersibukkan oleh 'rebutan peran politik' untuk mengemudikan pemerintahan,  antara kaum islamis, nasionalis-relegius, dan komunis.
Orde lama ini mulai dari pengangkatan Ir. Soekarno dan Drs. Muhammad Hatta sebagai Presiden dan wakil presiden RI, dan berakhir dengan adanya kudeta berdarah yang gagal yang dilakukan oleh PKI, sehingga keluarnya Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret 1966).
- Era ode baru.
Era ini dimulai dari diangkatnya Soeharto sebagai presiden, dan berakhir dengan adanya 'kudeta tidak berdarah' yang dipelopori oleh beberapa elemen politik bangsa, khususnya kaum islamis, akademisi dan kaum tertindas.
Pemerintahan pada era ini bergaya represif dan spirit militeristik. Dengan prioritas stabilitas pertahanan dan keamanan, demi tercapainya tujuan pembangunan nasional. Kaum ekstrimis, baik islamis (ektrim kanan) maupun sisa-sisa kaum komunis (ektrim kiri) ditekan dan 'dipenjarakan' , sehingga pembangunan nasional bisa berjalan dengan mulus tanpa hambatan. Sampai menguatnya kelas sosial baru muslim santri sebagai politisi,  pengusaha, dan  akademisi. Dan mereka inilah yang merancang terjadinya reformasi birokrasi dan pemerintahan. Sehingga terjadi era yang disebut era reformasi.
- Era Orde Reformasi.
Orde reformasi ini merupakan pembaharuan orde baru, dan terjadi di masa pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri. Pada era ini bangsa Indonesia masa perubahan model dan gaya kepemimpinan dan birokrasi. Dari gaya militeristik represif ke dalam pemerintahan sipil liberalistik. Kebebasan terjadi dalam sebagian besar kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Bahkan kelompok - kelompok ektrim kanan dan kiri yang dipenjara oleh orde baru juga dibebaskan untuk hidup dan berkembang biak di negeri ini. Pilar-pilar tirani mayoritas dan feodalisme diruntuhkan. Bahkan egaliterian betul-betul menjadi primadona moralitas bangsa. Sehingga di era ini suara rakyat, suara publik atau suara masyarakat adalah suara 'tuhan' di dunia.
Berbagai sekte dan  aliran dalam Islam, masuk dengan mudah dan nyaman di Indonesia. Sekte dan aliran pemikiran barat modern juga dengan lancar tumbuh subur di negeri ini, bahkan berbagai macam atheisme dan komunisme juga tumbuh dan berkembang kembali di Indonesia ini. Walaupun demikian tidak semua aliran dan sekte tersebut bisa bertahan hidup di negeri ini. Beberapa sekte dan aliran dalam Islam yang kemudian tumbuh subur di negeri ini antara lain; Hizbut Tahrir, Ikhwanul Muslimin, Jam'iyyah Tabligh, Salafi dan Wahabiyah, Serta Syiah. Mereka inilah yang selanjutnya turut mewarnai keislaman bangsa Indonesia. Orde reformasi ini merupakan titik awal pemerintahan sipil dan demokrasi yang sesungguhnya. Sehingga wujud dan keberadaan serta warna baru umat Islam Indonesia masa kini (Islam kontemporer) adalah buah dari tanaman di era reformasi ini. 
6. Kondisi umat Islam Masa kini (kontemporer).
Masa kini atau era kontemporer di sini saya batasi dalam durasi antara pasca era reformasi sampai dengan sekarang.
Sedangkan kondisi umat Islam yang saya maksud adalah kondisi ideologi-politik, ekonomi dan sosial budaya.
 - Ideologi politik
Kondisi umat Islam Indonesia masa kini berbeda spektrumnya dengan kondisi zaman sebelumnya. Pasca reformasi banyak ideologi baru yang bersifat trans nasional,  yang masuk dan berkembang secara massif di Indonesia. Melalui organisasi politik keislaman, seperti Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Salafi, Wahabi, Syiah serta Jama'ah Tabligh wal Jaulah. Mereka sedang berjuang keras untuk mendapatkan tempat dan peran sosial di Indonesia.
Sedangkan kelompok umat Islam dengan ideologi nasional relegius yang sudah setel, seperti Nahdlatul Ulama' dan Muhammadiyah dalam posisi yang 'terdesak' dengan berbagai gugatan dan bulian. Sedangkan politik luar negeri, juga sekarang dalam tarik ulur antara kerjasama dengan barat (Amerika) dan dengan timur (China atau Arab). Idealnya, Islam harus mandiri, laa syarqiyyah (tidak barat)  wa laa gharbiyyah (tidak timur) karena memang Islam itu unggul (exelen) dan uniq (beda dengan yang lain). Tetapi kenyataannya Islam masih mahjubun bil muslimin, keunggulan Islam masih terhalang oleh buruknya kwalitas SDM umat ada. Dan banyaknya firqah (kelompok ideologi), yang saat ini semakin marak akan lebih mempersulit proses terjadinya persatuan dan kesatuan umat Islam di Indonesia.
- Ekonomi Umat Islam
Kondisi ekonomi umat Islam Indonesia masa kini, sudah sangat lebih baik dari pada era orde sebelumnya. Hal ini lebih banyak karena keberhasilan program pembangunan nasional pada masa orde baru. Namun demikian dari sisi kondisi ekonomi umat Islam diprediksi akan terus meningkat seiring dengan berjalanya pembangunan infrastruktur telekomunikasi dan transportasi yang luar biasa hebatnya. Jalan tol, dermaga dan bandara. Serta jaringan internet ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keberhasilan pembangunan infrastruktur di masa pemerintahan Jokowi akan menjadi pangkal tolak perkembangan perekonomian bangsa. Dan hampir dapat dipastikan  Indonesia akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang spektakuler. Persoalannya, mampu kah umat Islam, khususnya para pengusaha muslim berkompetisi dengan pengusaha asing di era globalisasi ini ? Kita lihat saja di era yang akan datang.
- Sosial - Budaya.
Kondisi sosial budaya umat Islam di masa kontemporer ini, cukup menggembirakan;  pendidikan, peradaban dan moralitas umat.
Pemerataan layanan pendidikan terus menerus mengalami pertumbuhan yang sangat besar, termasuk pendidikan keagamaan.
Peradaban yang berbasis Islam, juga semakin meningkat, baik dalam masyarakat perkotaan maupun pedesaan. Kuantitas dan kualitas "kaum santri"
(pemeluk Islam taat) semakin meningkat, hal ini lebih banyak disebabkan oleh meningkatnya dakwah Islam, baik oleh kalangan santri lama (NU, MD, LDII, Al Irsyad dan Persis), maupun santri baru (JT, IM, HT, Slfy, dan WHB). Santri jaringan internasional, murid-murid dari Syekh Hasan Al Banna, Syekh Taqiyuddin an Nabhani, Syekh Ilyas, Syekh Abdul Wahab dll.
Sedangkan moralitas, umat sedang banyak dipertanyakan oleh publik, sehubungan dengan banyaknya kasus korupsi dan OTT, khususnya terkait dengan kezuhudan dan penghayatan keagamaan, dari kalangan alumni pendidikan agama dan pesantren.
Demikian ringkasan sejarah umat Islam di Indonesia hingga saat ini.
Wallahu a'lam bis showab.
TTD
Kharisuddin Aqib.
Read more…

SHOLAWAT ULUL ALBAB