KH.Umar Murtojo, Pendiri Pondok Kelutan

KH.Umar Murtojo
[1819 M - 1915 M ]
 (Pendiri Pondok Kelutan)
Oleh; Kharisudin bin Aqib bin Umar Murtojo) 
Nama kecil Mbah KH.Umar Murtojo adalah Murtojo, sedangkan Umar adalah nama hajinya. Beliau adalah seorang kyai pengusaha dan aktifis, bukan kyai yang nglutuk. Usahanya adalah bidang perdagangan (dagang hasil pertanian/agrobisnis, dagang kuda dan kain batik), di samping penulis kitab. Bisnis hasil pertanian sendiri dengan China dan kemudian dibawa ke Surabaya melalui kali Brantas. Dagang kain batik dari solo di jual di pasar warujayeng, atau Ngronggot.., sedangkan jual beli kuda diambil dari Ngantang Malang.., sehingga beliau termasuk dari bagian gerakan Nahdlatul Tujjar (ormas ulama' sebelum NU).
Karena ketrampilan nya dlm berbisnis dan jaringannya aktivitas nya yang luas, maka beliau tergolong kyai yang kaya dan sukses..., Banyak santrinya yg ngaulo (nderek ndalem) juga banyak santrinya yang Magersari (santri yang sudah berkeluarga, membuat rumah2 di sekitar pondok, dan bekerja pada beliau). Konon ada sekitar 80 orang santri Magersari dan yang nderek ndalem. Para santri itulah yang membantu bisnis beliau, ngerjakan sawah, menjual dagangannya ke pasar, dan transaksi dengan para mitra bisnis, termasuk dengan singkek "China". Untuk barang bukti utusan Mbah yai. Santri cukup dengan membawa cincin beliau 'merah delima'. 
Diantara santri yang kemudian menjadi keluarga adalah putra-putri kyai Yusuf Kelutan, yaitu; Mbah Hasyim, Mbah Harun dan Mbah Dewi. Ketiga orang bersaudara ini kemudian menjadi keluarga dekat. Hasyim diambil menantu, dinikahkan dengan putri pertamanya, yaitu mbokde Siti Kapiyah. Harun diajak besanan,  pakde Benu/ Ibnu Hasyim nikah dengan putri Mbah Harun Yang pertama : mbokde Siti Fatimah. Dewi dinikahkan dengan lurah pondok yang berasal dari Mbegelen, yaitu Mbah Faqih. Belakangan putra Mbah Harun menikahi cucu Mbah Umar, yaitu Kyai Abdillah menikahi Nihayah binti Aqib Umar.
Santrinya yang dari Sekaran Nadzir bin Haji Shaleh.
Santrinya yang dari Sekaran Nadzir bin H. Sholeh, dinikahkan dengan putri nya yang ke 5, Rukanah. Dari pernikahan tersebut lahir cucu-cucu beliau yang 'alim-alim, yaitu; Munhamir atau Mundzir (menulis beberapa kitab pesantren), Daniel (tokoh pergerakan tahun 1960-an.), Moh. Thoha, Khutthot penerbit Menara Kudus, dan Ilham (kyai senior di Kediri). 
Bersama dengan para santri dan menantunya, Mbah Umar, juga aktif membangun dakwah, Islam. Di antaranya mengordinir jum'atan di Warujayeng, mendirikan pusat suluk dan kemursyidan Thoriqah Naqsyabandiyah di Mindi.
Cucu yang dari putri pertama beliau (Siti Kapiyah), juga ada yang menjadi kyai Mursyid besar, yaitu kyai Ali bin Siti Kapiyah binti KH.Umar Murtojo, yang kemursyidannya ada di Punggur Metro Lampung Tengah. Sekarang kemursyidannya dilanjutkan oleh cucunya yang namanya KH.Muhtar (anggota group).
Semoga ada diantara anak-anak dan keluarga kita bisa sukses studi di Turki.., seperti Mbah Umar Murtojo sang pengembara.
Murtojo kecil berangkat mengembara sekitar tahun 1835 pasca perang Diponegoro. Berangkat dari dusun logantung- Murisan, Dlanggu Surakarta. Bersama dengan kakaknya (Mustopo) dan adiknya (Hasan Mimbar), menuju Jawa Timur, Tepat nya di desa Binangun, Kec. Binangun, Blitar Selatan. Berjalan kaki, gendong adiknya yang masih kecil itu, gantian dengan kakaknya, melalui pantai Selatan pulau Jawa. 
Setelah mondok di Binangun Blitar, beliau bertiga melanjutkan studinya di pesantrennya kyai Abdurrahman Gurah Kediri..... kemudian juga melanjutkan studi di Jampes Kediri. Selanjutnya mondok dan berjuang bersama dengan Mbah KH. Imam Ahmad Mberuk Sonopinggir-Ngronggot Nganjuk. Di pondok inilah, Mbah kyai Umar Murtojo memulai karir dan pengabdiannya.
Tidak seberapa lama ikut berjuang Mbah imam Ahmad, Mbah Umar  dijadikan menantu oleh Mbah Imam Ahmad, dinikahkan dengan putri pertamanya, yaitu Mbah Mujirah. Mbah Umar tinggal dan mendirikan musholla dan pesantren di barat jembatan Kelutan. Tepatnya sekarang lokasi madrasah Al Ulya. Utara jalan tempat rumah, mushalla dan pondokannya, sedangkan Selatan jalan rumah para Magersari, yang merupakan tanah pemberian Mbah imam Ahmad Mberuk.
Sedangkan kakak Mbah Umar (Mbah Mustopo) mukim di Ngronggot. Dan adiknya (Hasan Mimbar) mukim di Bagorejo Banyuwangi.  Waktu melahirkan Mbah Mujirah (Istri pertama Mbah Umar) meninggal dunia berikut putra yang dilahirkan.
Setelah beberapa saat dari kematian Mbah Mujirah, Mbah Umar dinikahkan oleh Mbah imam Ahmad dengan putri bawaan istri keduanya (Martijah) yang bernama Siti Marhamah binti kyai Romli Banjar melati Bandar Kidul Kediri. Mbah Imam Ahmad itu istrinya tiga, tapi tidak poligami. Istri pertama namanya Martinah meninggal dunia dengan meninggalkan 2 anak. Kemudian beliau nikah lagi dengan seorang janda dengan 2 anak perempuan (Masriah dan Marhamah), janda itu namanya Martijah binti Yusuf. Dalam perkawinan dengan Mbah Martijah ini Mbah imam Ahmad mendapatkan tambahan putra 8 orang. Kemudian Mbah Martijah meninggal dunia. Konon Mbah imam Ahmad sudah berumur 115 atau 125 tahun. Kemudian beliau nikah lagi dengan santrinya yang masih gadis namanya Paelah. Dari pernikahan yang ke tiga ini Mbah imam Ahmad mendapat tambahan putra 5 orang lagi.
Setelah beberapa saat Mbah Umar menikahi Mbah Siti Marhamah dan menempati rumah di Utara jembatan (lokasi madrasah Al Ulya) beliau berpindah rumah ke lokasi dalam, tepatnya yang sekarang adalah lokasi Pesantren Terpadu Daru Ulil Kelutan. Dengan alasan Mbah Putri tidak krasan di Utara, karena tempat itu terlalu ramai, dan dekat dengan tempat maksiat. Di pinggir sungai atau penyeberangan (tambangan), ada warung remang-remang (Mbah bleng) dan tempat hiburan jedoran-jaranan.
Keinginan pindah rumah Mbah Putri mendapatkan kesempatan yang tepat, yaitu adanya keinginan Mbah Kyai... (Pemilik rumah dan pekarangan yang sekarang ditempati pesantren Terpadu Daru Ulil Albab) untuk pindah rumah ke Klampisan Minggiran Kediri. Kyai Mustajab (sahabat Mbah Umar) ini biasa pinjam kuda putih kesayangan Mbah Umar. Akhirnya atas inisiatif beliau lahan pekarangan ini diberikan kepada Mbah Umar sebagai gantinya beliau harus memberikan kuda putih kesayangan itu pada Mbah kyai Mustajab. Beliau ini seorang kyai Mursyid thariqoh Naqsyabandiyah. Beliau ini konon ahli tentang jin dan pusaka-pusaka.
Setelah pindah ke tempat yang baru, beliau membangun musholla di tengah lokasi lahan yang berbentuk bujur sangkar itu, tepat dilokasi masjid yang sekarang agak kebelakang. sementara rumahnya dibangun di depan sebelah Utara (rumah pak Muhsin dulu adalah rumah mbah Umar bagian belakang) bangunan  pondok ada di sebelah depan selatan. Sedangkan di belakang Utara dan Selatan para Magersari.
Pernikahan Mbah Umar dengan Mbah nyai Marhamah menghasilkan 8 orang putra putri, Yakni:
1. Siti Kapiyah
2. Abdul Basyar
3. Asro
4. Ibnu Hasyim
5. Rukanah
6. Rukayah
7. Aqib
8. Athiq.
Siti Kapiyah dinikahkan dengan santri Mbah Umar yang senior yang namanya Hasyim, dulu rumahnya di Utara masjid Kelutan. Dulu masjid Kelutan adalah musholla kecil Mbah Yusuf. Kemudian dijadikan masjid desa di zaman Mbah Harun (adiknya Hasyim), sekitar tahun 50-60 an.
Abdul Basyar adalah anak laki-laki pertama Mbah Umar yang menikah dengan Saporah binti KH.Idris Sekombang Kelurahan Ngronggot.
Asro anak ketiga yang menikah 2x,  dengan  syamsiah (meninggal dengan 1anak), dan Ruhani. Beliau dulu mukim tinggal di lokasi pesantren, depan masjid sebelah selatan jalan (sekarang ditempati pak kyai Mubasyir), depan rumah saya.
Ibnu Hasyim, adalah putra Mbah Umar yang tinggal dan menempati ndalem keprabon (rumah Mbah Umar).
Ibnu Hasyim (mbah Benu) menikah dengan putri pertamanya Mbah Harun yang namanya Siti Fatimah.
Rukanah putri ke 5 Mbah Umar dinikahkan dengan santrinya yang sangat tampan dan kaya, yang namanya Nadzir bin H. Shaleh sekaran.  Beliau yang menemani Mbah Umar menunaikan ibadah haji, bersama H. Ali Mindi dan H.Usman, naik kapal laut selama lebih dari enam bulan.
H. Nadzir adalah kyai penerusnya Mbah Umar setelah....
Putranya yang ke 6 yang namanya Ruqoyyah (Rukayah), dinikahkan dengan Mbah Syuhud dari Juwono, Kertosono. Keturunan langsung dari Mbah kyai Hasan Besari Ponorogo. Mbah kayah tinggal di lokasi pesantren Daru Ulil Albab (sekarang) sebelah tenggara. Mbah Syuhud dan Mbah Nadzir (dua orang menantu laki2 Mbah Umar), yang memegang kepemimpinan pondok sebelum putra-putra Mbah Umar pulang dari Pondok. Karena ketika Mbah Umar meninggal Mbah Basyar, Mbah Sero dan Mbah Benu masih di pondok, sedangkan Mbah Aqib dan mbak Atik masih yatim dan balita.
Putra yang ke 7 Mbah Umar adalah Aqib. Setelah haji beliau menambahkan namanya dengan 'Abdullah di depan namanya dan  Umar di belakang nama...
Abdullah Aqib Umar adalah putra Mbah Umar yang sejak kecil sudah disepakati oleh saudara2 nya sebagai pemangku jabatan kyai pewaris Mbah Umar..., Beliau yang menyerahkan estafeta ke kyaian dari Mbah Umar kepada cucunya yang namanya Kharisudin Aqib, sehingga Alhamdulillahirobbil pesantren yang telah sekitar 100 tahun mengkista di dalam tanah kini mulai tumbuh dan berkembang.
Mbah Aqib menikah dengan seorang gadis cantik dari Sumbergempol Tulung agung. Namanya Siti Marhamah, Putri Mbah KH. Abdul Malik, seorang calak tersohor pada zamannya. Santri Mbah Kyai Misri Mindi, Mursyid Thoriqoh Naqsyabandiyah.
Putra Mbah Umar yang ke 8 (terkecil) namanya Athiq. Beliau ditinggal wafat Mbah Umar dalam keadaan yatim balita. Beliau menikah dua kali, yang pertama dengan Bulek Hindun dan berputra satu, yaitu H. Hamim Thohari (tinggal di desa Tegaron) dan yang kedua dengan Bulek Siti Kapiyah (bek kap) juga berputra satu. Yaitu Mukminatin (alm), yang tinggal di dalam lokasi Pesantren Terpadu Daru Ulil Albab.
Ke delapan putra-putri Mbah Umar Murtojo semuanya sudah meninggal dunia dengan meninggalkan anak cucu yang jumlahnya kurang lebih 300 jiwa (ingat saya tahun 2003 saya pernah melakukan pendataan), dan pendirian yayasan keluarga yang namanya YASOBUR (Yayasan Solidaritas Bani Umar Murtojo).
Mbah Umar membuat pusat kegiatan akademik (ngajar ngaji santri, menulis kitab), spiritual (ibadah-ibadah), sosial ekonomi (pertanian ,, perdagangan dan pemberdayaan masyarakat) berupa pondok pesantren. 
Pondok pesantren Mbah Umar berada di lokasi yang sekarang diberi nama Pesantren Terpadu Daru Ulil Albab Kelutan. Beliau terkenal kealimannya di bidang ilmu Ushul (Ushuluddin), ilmu pokok2 agama Islam (ilmu Kalam, ilmu fiqih dan ilmu tasawuf).
Murid beliau banyak yang berasal dari Mbegelen, Madiun, solo, Banyuwangi dll). Santrinya banyak yang membantu Mbah Umar sekaligus belajar kwirausahaan. Bidang agrobisnis, perdagangan kuda dan kain batik dari Surakarta atau Solo.
Pondok Mbah Umar berangsur-angsur mati dan mengkista di dalam tanah setelah meninggalnya Mbah Umar.
Beliau meninggal tepat hari raya idul Fitri pada hari Sabtu, 14 Agustus 1915 M, atau 1 Syawal 1333 H.
Tepatnya setelah sholat idul Fitri. Pada saat khutbah dilaksanakan beliau dalam kondisi sakit kritis. Dengan ditunggui oleh muridnya yang bernama Harun (Mbah kyai Harun Kelutan), beliau berkata "Run... Nadzir nek khutbah Ojo oleh sue-sue... Iki rasane wis teko udhel Iki".  Dan benar ketika Mbah Kyai Nadzir (mantu beliau yang lagi khutbah) turun, Mbah Umar Murtojo menghembuskan nafasnya yang terakhir... dengan dzikrullah dan husnal khotimah...
Kelutan, Kamis, 11 Januari 2018
TTD
Kharisudin Aqib Al Kelutani
Read more…

SHOLAWAT ULUL ALBAB