M​engenal Lebih Dekat Dengan 'Ulama’​


Mengenal Lebih Dekat Dengan 'Ulama
Oleh: Abdullah Kharisuddin Aqib

A. Pengertian 'Ulama' dan Apa-apa yang terkait dengannya. 
1.   Secara bahasa adalah para ilmuwan (orang yang banyak ilmu dan atau pengetahuannya), baik ilmu umum maupun keislaman.
2.   Secara istilah keislaman umum adalah orang-orang yang ilmu agamanya diyakini banyak, oleh masyarakatnya.
3.   Menurut Al Qur'an, orang-orang yang bisa benar-benar takut kepada Allah SWT.
4.   Menurut para ahli tasawuf atau ahli hakekat, adalah orang-orang yang banyak ilmunya dengan kompetensi yang baik. (Pengetahuannya banyak ('alim), pemahaman dan penghayatannya baik (faqih), serta praktek pengamalannya cermat (wari' atau waro').

B.   Keterkaitan istilah 'Ulama' dengan yang lain: 'Ulama' dengan Kyai dan Habaib:
'Ulama' adalah adalah gelar akademik dan moral, sedangkan Kyai adalah gelar sosial keislaman Jawa. Adapun habaaib adalah gelar keturunan Rasulullah. 
Sehingga ada kemungkinan kyai yang kurang ke'ulama'annya, demikian juga Habaib. Begitu juga sebaliknya, ada seorang yang 'alim tapi bukan kyai dan juga bukan habib. Gelar Ke'ulama'an sosial (kyai, Ki, Ajengan, tuan guru dll) bersifat lokal.

C.   Profesi dan Excellency (keunggulan) para 'ulama' umat Islam seperti para Nabi
Bani Israil. 
Masing-masing 'ulama' umat Islam (yang Rosihun fil ilmi sekaligus Auliya') memiliki karakter, kompetensi, profesi, dan keunggulan (Excellency) sebagai mana para nabi di kalangan Bani Israil. Sehingga kewalian  mereka disebut tahta qidam anbiya' (di bawah kaki para Nabi) Keunggulan mereka adalah seperti mukjizat bagi para nabi Bani Israil. Ada ulama' seperti nabi Musa, misalnya imam Ghazali, dan seperti nabi Isa misalnya Ibnu Sina atau para kyai thabib. Ada 'ulama' seperti nabi Daud, Sulaiman dsb.

D.   Profesi 'ulama' dalam sejarah Islam.
1.   Ada 'ulama' yang juga umaro', misalnya: para Khalifah, mulai Khulafaur Rosyidin sampai dengan Khalifah terakhir kebanyakan adalah juga ulama'. 
2.   ulama' pedagang atau pengusaha, seperti para 'ulama' Nusantara, khususnya sebelum masa kemerdekaan.
3.   ulama' pendidik, seperti para kyai pesantren, para guru dan dosen, serta guru Mursyid.
4.   'ulama' pejuang dan da'i, seperti para tokoh dan pimpinan ormas Islam, misalnya para Syuriah NU, pimpinan Muhammadiyah, dll.
5.   'ulama' thobib, misalnya para kyai di pedesaan.
6.   'ulama' pertapa (Zahid). Ada para waliyullah yang tersembunyi (wali mastur dan wali Majdzub).

E.  Profesi 'Ulama' Kyai Jawa. Secara garis besar ada 4 macam.
Ada kyai sembur (kyai thabib atau dukun), kyai tutur (penceramah), kyai tandur (pendidik), dan kyai wuwur (pengayom masyarakat).

F.  Gelar-gelar Ke'ulama'an Secara Praktis. 
1.  Bidang Sosial Budaya (lokal). Syekh, Kyai, Ki, Ajeng tuan, Tuan Guru, Mursyid, ayatulloh, dll.
2.  Bidang Keilmuan: faqih, Mujtahid, mutakkallim, syekh, mutashawwif, Sufi, muhaddis, musnid, mufassir, murobbi dll.
3.  'Ulama' versi Barat:
-   Puritanis (pemurni ajaran agama), seperti ulama' salafi dan Wahabi. Mereka adalah ulma' fondamentalis yang tidak radikal. 
-   Fondamentalis (sangat menjunjung tinggi prinsip-prinsip keyakinan dalam agama), di dalam mereka itu ada kelompok yang radikal (keras secara fisik terhadap barat), seperti MMI di Indonesia dan Al Qaeda di Timur Tengah. Tapi ada juga yang tidak tidak radikal secara fisik seperti Hizbut tahrir.
-   Tradisionalis, adalah 'ulama' yang mengikuti prinsip keberagaman ahli Sunnah wal jama'ah. Yang cukup lunak dalam berhadapan dengan bangsa dan budaya Barat. Seperti NU dan Muhammadiyah di Indonesia. Mereka juga disebut ulama' nasionalis.
-   'Ulama' liberalis adalah kelompok 'ulama' yang sangat bebas dan akomodatif terhadap kebenaran agama dan ajaran filsafat lain. Juga terhadap bangsa dan budaya barat. 
-   'Ulama' Pluralis.
Pluralis model 'ulama' yang bisa mengakui dan memahami banyak kebenaran. Kebenaran bukan tunggal. Bahkan semua agama bisa benar semua. Kelompok ini juga sangat akomodatif terhadap bangsa dan budaya barat, sehingga bangsa barat bisa menerima kelompok ulama' ini.
Model ulama' pluralis dengan lineralis, yang membedakan liberalis karena sikap mental toleran, sedangkan prularis karena pengetahuan yang mereka miliki.

G. Jaringan 'Ulama'.
Warna warni jaringan 'ulama' sangat banyak, tetapi secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi empat warna dasar. Jaringan dakwah Islam, jaringan keilmuan dan pendidikan, jaringan organisasi dan gerakan, jaringan nasab dan tradisi. 
1.      Jaringan dakwah Islam, adalah jaringan para penyebar Islam di wilayah minoritas, seperti Walisongo di tanah Jawa, abad 14-15, ittihadul muballighin, dan Jama'ah tabligh di era modern (transnasional).
2.      Jaringan Ilmu dan pendidikan diwujudkan dalam jaringan alumni dan keguruan, jaringan pesantren Nusantara, jaringan alumni pesantren Yaman, perguruan tinggi Mesir dll.
3.      Jaringan organisasi dan gerakan, ada yang bersifat nasional; seperti Muhammadiyah dan NU. Ada yang bersifat transnasional, seperti: Hizbul tahrir, Wahabi, salafi dan Ikhwanul muslimin. Juga beberapa Jam'iyyah thoriqoh.
4.   Jaringan nasab dan tradisi; seperti Habaib,   basaiban, Syiah dll

H.  'Ulama' dan Politik.
Sebenarnya hubungan antara 'Ulama' dengan politik adalah ibarat nakkoda dengan kapalnya. Tetapi kebanyakan sekarang umat terhipnotis oleh para nakkoda hitam, sehingga para 'ulama' enggan berpolitik dalam pemerintahan dan negara. Karena politik digambarkan sebagai kapal rusak yg membahayakan. Atau digambarkan sebagai area berlumpur yang kotor. 
Seharusnya yang memasuki ranah politik haruslah para 'ulama' agar politik (kapal) bisa berjalan dalam pakem para nabi ('ala minjahajin nubuwwah). 
Opini buruk bagi 'ulama' yang pada ranah politik adalah provokasi pada politikus, bukan negarawan. Negara yang dinakhodai oleh yang bukan 'ulama' tentu amat sulit untuk berjalan di atas rel aturan Allah SWT.

I.    Akhlak dan Keilmuan para 'Ulama'.
Sebagai pewaris para Nabi 'Ulama' idealnya memiliki akhlak atau kepribadian serta keilmuan seperti para Nabi dan Rasul. 
1.    Para nabi berakhlak Rabbani, ada yang akhlak yang sangat lengkap dengan gelar Abdullah, seperti Nabi Muhammad, tetapi ada yang dominan dalam kepribadian tertentu seperti sangat berkuasa dengan gelar Abdul Malik, seperti Nabi Daud. Abdus Shobur seperti Nabi Nuh. Dll.
Para nabi semua bekerja, baik dalam kehidupan maupun dakwahnya adalah dalam rangka menyenangkan Allah (Li irdho illah). 
Demikian juga para ulama' yang warosatul anbiya'. 
2.    Dalam hal Keilmuan para nabi juga memiliki keunggulan masing-masing, ada yang ahli menejerial seperti nabi Muhammad, informatika seperti Nabi Musa, matematika nabi Idris, akuntansi agronomi nabi Yusuf, perkapalan nabi Nuh dll.
Demikian juga para 'ulama' warosatul anbiya', juga memiliki keunggulan keilmuan dan profesi serta kepribadian sebagai mana para nabi dan Rasul.
Sedangkan para 'ulama' yang tidak warosatul anbiya', tentu akhlak batinnya tidak sama dengan para nabi dan rasul. Demikian juga motivasi "kerjanya". Mereka bekerja liddun ya (untuk dunianya; mungkin untuk material, untuk kenikmatan, nama besar, harga diri, atau jabatan duniawi). Sekalipun dan bisa jadi akhlak dhohir dan keilmuannya sama dengan yang warosatul anbiya'.

J.    'ULAMA' yang Nabawiy dan 'Ulama' yang Rasuliy.
'Ulama' pasca era kenabian (era kewalian), tugas dan fungsinya juga seperti pada masa kenabian. Yaitu ada hamba Allah yang tugas dan fungsinya sebagai penyimpan ilmu atau penyebar ilmu pasif itulah para anbiya'. Dan ada hamba Allah yang bertugas sebagai penyebar ilmu dan pembimbing umat secara aktif,  itulah yang disebut Mursalin (para rasul). Demikian juga 'ulama' warosatul anbiya'. Ada yang tidak aktif menyebarkan ilmu dan pembimbing umat, tugas mereka hanya menyimpan ilmu untuk mengamalkannya sendiri dan untuk orang yang mau bertanya kepadanya, disamping berdoa dan munajat kepada Allah SWT, itulah maqam 'ulama' Nabawi. Sedangkan 'ulama' rasuli adalah 'ulama' yang secara aktif nasyrul 'ilmi dengan menulis, mengajar dan atau membimbing umat. Mereka itulah para warosatul Mursalin.

K.   Kwalifikasi 'Ulama' ;
Hukama',  Auliya, Asfiya' dan Ulul Albab.
Secara potensial, semua 'ulama' yang Rosihun fil ilmi (mendalam ilmunya), yang warosatul anbiya' pasti memiliki banyak hikmah, kewalian, kesufian dan keulul albaban. Tetapi berdasarkan keunggulan yang lebih bisa dikenali, ada 'ulama' yang ahli hikmah (Hukama'), ahli amal (Auliya'), ahli ilmu dan amal (Asfiya'), ahli fikir , ahli dzikir dan ahli berjuang (Ulul Albab).
1.  Ulama' hukuma'.
     Seorang 'ulama' yang Hukama' adalah seorang yang banyak hikmahnya (banyak filsafat hidupnya) sekaligus dia mampu untuk menyampaikannya kepada orang lain, baik secara lisan maupun tulisan. Kemampuannya untuk mengintegrasikan dan menyimpulkan antara pengetahuannya dengan fenomena yang ada menjadikan dia bijaksana.
2.  'ulama'yang Auliya' adalah seorang 'ulama' yang karya nyatanya lebih dominan daripada teori, orasi dan literasinya,  khususnya dalam menolong manusia karena Allah.
     Dengan kedermawanan dan kemurahan hatinya dia dicintai oleh Allah SWT, sehingga dia dijaga (Mahfud), dan dibimbing oleh Allah SWT (Rosyidun).
3.   'Ulama' Al Asfiya' ('ulama' Sufi), adalah ulama' yang lebih dominan mengamalkan ilmu tasawuf, bahkan mereka sebagai guru dan pembimbing kerohanian umat (Mursyidun) merekalah yang secara formal dan spiritual menjadi Khulafaur Rosul (Ar Rosyidun Ar Rosihun). Yang sanad dan berkahnya bersambung secara langsung (musalsal dan mutallaqqiyan) sampai dengan Nabi Muhammad Saw
4.  'Ulama' Ulul Albab.
     Ulul Albab "dzu fikrotin saalimatin kholiatin 'anil hawa" (pemilik pikiran yang sehat dan bersih dari hawa nafsu) adalah persyaratan sebagai 'ulama' warosatul Mursalin. Dalam profesi apapun, dia adalah ahli dzikir, ahli fikir dan ahli amal shaleh, khususnya perjuangan dan dakwah. Mereka itulah cendikiawan muslim dalam prespektif Al Qur'an.

L. Kwalifikasi 'Ulama' II
Salafi, Khalafi, Sunni dan Ahli Sunnah wal jama'ah.
Dalam tradisi keagamaan, 'ulama' juga bisa dikelompokkan menjadi 3 atau 4 kwalifikasi berdasarkan era dan trendy pemikiran mereka. Yakni;
1.      'Ulama' salafi. Yaitu para ulama yang cenderung mengikuti pola pemikiran mayoritas kaum salaf (ulama' klasik), yang bermazhab ahlul hadits (tekstualis). Akal tidak boleh interpretasi dalam pemahaman agama. Agama adalah otoritas mutlak Wahyu.
2.       'Ulama' kholafi.
Para ulama yang cenderung mengikuti pola pemikirannya minoritas kaum salaf, yakni ahlu Ro' yi. Kaum rasionalis dalam Islam.
Munculnya kelompok-kelompok minoritas 'ulama' ini memang belakangan era salaf (2-3 abad setelah Rasulullah wafat). Sehingga kelompok ini disebut 'ulama' kholafi (belakangan).
3.       'Ulama' Sunniy.
Kwalifikasi 'Ulama' ini adalah secara tradisi dalam pemahaman agama bersifat kombinatif. Yaitu menggunakan tradisi keagamaan ahlul hadits ('ulama' salafi), dan tradisi ahlur ro'yi ('ulama' kholafi) sekaligus.
Mereka memegangi Al Qur'an dan Al hadits (Wahyu Allah), juga ro'yu atau akal sehat sebagai dalil agama. 
4.      'Ulama' Aswaja.
Ahlussunah wal jama'ah adalah sebuah kelompok umat Islam (juga para 'ulama'nya) adalah kumpulan para pengikut madzhab sunny, yang bersatu dalam menghadapi dominasi minoritas muslim (Mu'tazilah maupun Salafi), yang dalam bahasa trendy nya adalah " AHLU SUNNAH GRUP"

Wallahu A'lam bis sowab. 
Kelutan, 30 Desember 2018.

Abdullah Kharisuddin Aqib. Khodim Ma'had DUA.
Read more…

Adab di Dalam Masjid

Adab di Dalam  Masjid
Oleh : Abdulloh Kharisudin Aqib Al Kelutani

Masjid Adalah "Rumah" Allah  atau rumah khusus untuk menghadap dan bertemu dengan Allah SWT, Maka kita harus beradab dengan baik, yaitu :
1. Niat i'tikaf (ibadah dengan dzikrullah, baca Alquran dll).
2. Melangkah masuk dimulai dengan kaki kanan, dengan penuh khusyuk dan tadhorru' (merendahkan diri sendiri di hadapan Allah SWT.)
3. Seraya selalu berdoa;
اللهم افتح لي ابواب رحمتك، وعزائم مغفرتك ، وسلامة من كل إثم ، وغنيمة من كل بر، والفوز بالجنة ، والنجاة من النار. برحمتك يا ارحم الراحمين
4. Sholat tahiyatal masjid 2 rokaat. Sholat-sholat wajib atau Sunnah
5. Dzikrullah: dengan kalimat-kalimat thayyibat, dzikrullah Sirri, jahri, berdoa dan munajat atau baca Al Quran dan Tafakur.
6. Diskusi dan mudzakarah ttg ilmu, perjuangan dan agama.
7. Tidak membicarakan kesenangan duniawi, dan bisnis pribadi, atau gurauan serta kesia-siaan.
8. Menjaga sikap badan yang baik; tidak tidur atau tidur-tiduran, tidak duduk sembarangan, seperti selonjoran ke arah kiblat, jongkok dengan membuka aurat.
9. Tidak melewati hadapan orang yang lagi dzikrullah, sholat dan berdoa. Kecuali di luar batas sujudnya.
10. Tidak makan dan minum, kecuali dengan tetap menjaga adab dan kebersihan.
11. Mengenakan pakaian yang baik, sopan, suci dan indah.
Warna putih, atau tidak bertulis, berlukis.
12. Mengenakan perhiasan (serban, kopyah, cincin, arloji) dan juga memakai parfum.


Madinah, 10 September 2018,
Abdulloh Kharisudin Aqib Al Kelutani
Read more…

Sufisme Ibadah Haji

Sufisme Ibadah Haji
Oleh: Abdullah Kharisudin Aqib.



Yang dimaksud dengan sufisme ibadah haji adalah sebuah penghayatan terhadap hakekat dan makna yang terkandung dalam perjalanan dan Amaliah rukun Islam yang ke lima (ibadah haji).
Haji (Al Hajji) adalah sebuah perjalanan yang sengaja dilakukan dalam rangka memenuhi perintah dan panggilan Allah SWT untuk melakukan ritual (manasik) tertentu sebagai perwujudan penghambaan diri seseorang kepada Allah SWT.

Oleh karena itu orang-orang yang melakukan ibadah haji adalah para tamu Allah (dhuyuufurrohmaan). Sebagai calon para tamu Allah, seorang yang akan melaksanakan ibadah haji harus mempersiapkan diri dengan baik, diantara nya :
1. Persiapkan pakaian terbaik ( libasut taqwa).
2. Membersihkan jiwa (tazkiyatun nafsi).
3. Memakai baju terbaik dan terbaru.
4. Berjalan menuju ke baitullah dengan penuh semangat dan harapan dan kerinduan.

1. Menyiapkan "Pakaian" Terbaik.
Pakaian terbaik bagi Ruhani kita adalah taqwallaah. Dan untuk bisa mencapainya kita harus mengkaji dan belajar tentang ilmu-ilmu pokok agama Islam (ilmu Ushuluddin) dengan baik dan benar. Setidaknya kita belajar ilmu tauhid, ilmu syariat dan ilmu tasawuf. Karena memang akidah, syariah dan akhlak kita harus benar. Mengerti siapa Tuhan kita, dan harus tahu bagaimana kita harus beribadah, menyembah serta berakhlak kepada-Nya.
2. Membersihkan jiwa
Pada hakikatnya, berhaji adalah mengantarkan jiwa untuk mendatangi panggilan Tuhannya. Agar pantas dan bisa diterima oleh Allah sebagai tamunya Yang Maha Mulia, jiwa kita harus kita bersihkan dan kita mandikan dengan serius (tazkiyatun nafsi). Kita bersihkan dari 'noda hitam' dan dosa-dosa yang berbau busuk dan beraura suram. Noda hitam yang berupa egoisme dan kesombongan baik yang tersembunyi maupun yang terang-terangan. Noda hitam yang berupa kekufuran dan kemusyrikan serta kemunafikan. Yang senantiasa menyertai kita baik siang maupun malam. Juga noda hitam yang berupa hubbuddun-ya, iri hati dan kedengkian. Yang juga seringkali menempel di relung hati yang paling dalam.


 Ini pergerakan pengasahan kecerdasan spiritual menjadi makarimal akhlaq.

Ini keseluruhan perjalanan ibadah haji.
3. Menyiapkan Pakaian Terbaik (Pakaian Taqwa).
Agar ketaqwaan kita menjadi sempurna (dhohir dan batin), maka penting diperhatikan ilmu agama Islam yang merupakan inti ajarannya yaitu; ilmu tauhid, ilmu syariat dan ilmu tasawuf. Agar dapat melaksanakan ajaran Islam (perintah dan larangan Allah SWT) berikut dengan anjuran-anjurannya, dengan keyakinan dan penghayatan yang benar. Serta bisa berakhlak dan bersikap yang mulia, baik dengan Allah SWT maupun dengan sesama manusia maupun dan alam sekitarnya. Wujud dari persiapan pada pakaian adalah pembiasaan pada kebiasaan dan akhlak dhohir manusia. Sehingga taqwallaah menjadi sesuatu sesuatu yang melekat pada diri kita.
4. Mandi Lil Ihrom
Persiapan secara fisik yang berupa mandi ini, sangat penting untuk meneguhkan dan menegaskan hati, bahwa kita akan sowan menghadap kepada Allah SWT yang maha kuasa. Kita harus bersih, suci dan bahkan harus harum dan wangi. Kalau bisa sebelum mengguyurkan air mandi Lil ihrom ini, didahului dengan mandi taubat. Taubat dari segala macam dosa dan moda. Sehingga keberangkatannya menuju panggilan Allah SWT benar-benar telah bersih dan suci, baik pada badan jasmani maupun badan rohani.
5. Memakai Baju Ihram.
Baju Ihram adalah perwujudan dari pakaian taqwa kita, juga adalah perwujudan dari pakaian para malaikat dan para ruh suci. Warna putih pakaian ihram ihrom adalah wujud fisik gambar cahaya malaikati yang suci dan murni. Sedangkan dua helai nya adalah lambang penutup jasmani dan rohaninya, sekaligus melindungi dan menutupi aurat (bagian bawah tubuh) dan Asrar (rahasia dan kehormatan) bagian dada manusia. Sedangkan tidak bolehnya memakai pakaian yang berjait sebagai isyarat tidak bolehnya ada rekayasa dan manipulasi diri dalam menghap ilahi.
6. Selalu Membaca Talbiyah.
Talbiyah atau ungkapan 'labbaiik Allahumma labbaiik' adalah sahutan ruh seorang hamba Allah atas panggilan Tuhannya. Talbiyah ini penting untuk selalu dibaca oleh seorang yang berangkat menuju baitullah. Hal ini dimaksudkan agar jiwa seseorang tidak terkecoh oleh panggilan nafsu badaniyahnya. Seperti untuk kepentingan nafsu syahwatnya untuk dipuji orang, untuk mendapatkan keuntungan materi harga diri, kesuksesan dan lain-lain. Sehingga berangkat haji nya tidak ikhlas (murni) karena Allah.
Dengan pembacaan Talbiyah yang lengkap
لبيك اللهم لبيك، لبيك لا شريك لك لبيك، إن الحمد والنعمة لك والملك ، لا شريك لك.

Dengan penuh semangat dan penghayatan yang mendalam seseorang akan dapat melaksanakan ibadah haji tersebut dengan baik dan benar (murni karena Allah, tidak bercampur dengan kepentingan hawa nafsu), yang disebut dengan istilah haji mabrur.
7. Thowaf Qudum
Thowaf Qudum ini ibaratnya seperti sholat tahiyatal masjid atau laporan kehadiran seorang seorang tamu Yang Maha Mulia. Dengan thowaf ini seorang haji telah termandikan rohani nya dengan Nurullah (sinyal-sinyal ilahiah) yang terpancar melalui tower agung (baitullah). Apalagi jika towaf ini dilakukan dalam paket lengkap umroh wajib sebagai bagian dari paket haji tamattu'.
8. Wukuf di Arafah
Wukuf atau berdiam diri di Padang Arafah adalah prosesi pertemuan dan perkenalan (ta'aruf) antara para tamu (para haji) dengan tuan rumah (Al Rahman). Karena Arofah memang bermakna 'makaanun litta'aaruf' (tempat untuk perkenalan). Para haji harus mengheningkan cipta mulai bakda dhuhur sampai Maghrib tgl 9 dhulhijjah di padang Arafah ini, agar dirinya mengenal dirinya sendiri dan juga mengenal Tuhannya dengan baik (ma'rifah). Dengan ma'rifah itu para haji lebih segar Ruhaniah nya.
10. Mabit (bermalam) di Muzdalifah.
Muzdalifah adalah tempat untuk para haji lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Lebih menghayati sifat-sifat dan akhlak-Nya, sehingga terjadi proses internalisasi sifat-sifat ketuhanan dalam diri seorang hamba Allah dan Khalifah-NYA. Sifat-sifat Allah yang mereka telah 'kenal' selama di Padang Arafah.
11. Mabit (bermalam) di Mina.
Mina adalah tempat bagi para haji atau tamu Allah untuk ber 'tamanni' (berangan-angan), khususnya untuk rencana tindak lanjut setelah menunaikan ibadah haji. Menyusun rencana kerja dan daftar keinginan untuk nanti diajukan kepada Allah SWT, ketika kembali menghadap Allah SWT di pelataran rumah-NYA (Baitullah). Setelah prosesi 'romyul jamaraat' (melempar tiga jumrah).
Tempat wuquf dan mabit itu semua adalah merupakan tempat syi'ar keberadaan Allah SWT (masy'aril harom). Tempat-tempat pusat sinyal Allah (Nurullah), yang sangat penting untuk meneguhkan hati dan keimanan seseorang. Sehingga di tiga tempat itulah (Arofah, Muzdalifah dan Mina), jiwa seseorang ditempa dan dididik agar menjadi tercerahkan dan dewasa. Sebagai persyaratan bagi para pelanjut perjuangan Rasulullah Saw. Para da'i dan tokoh pemimpin dan pengayom umat.
12. Melempar (Romyu) al-Jamaraat.
Melempar jamaraat (ula, wustha dan 'aqabah) dilakukan dengan cara berjalan kaki mulai dari tempat menginap (tenda) ke tempat tugu jamaraat. Berulang 4× pulang pergi, dari tenda ke jamaraat. Perjalanan menuju ke jamaraat mengisyaratkan sebuah perjuangan (jihad) yang harus dilakukan oleh seorang hamba yang menginginkan ke ridhoan Tuhannya. Khususnya perjuangan melawan setan-setan yang bersembunyi di dalam jamaraat nafsu. Yaitu nafsu amarah, lawwamah, dan nafsu mulhimah.
Melempar jumroh berarti menghancurkan jaringan setan sekaligus menyambung jaringan Allah Arrohman.
Batu kerikil yang tujuh (7) adalah perwujudan kristal-kristal kotoran dari tujuh lapisan jiwa manusia.Baik yang berupa pikiran buruk, kemaksiatan dan penyakit hati, yang harus dilemparkan kembali kepada setan, sehingga Allah ridho kepadanya.
رجما لإهلاك الشياطين،
ورجما لإرضاء الرحمن .
Suatu lemparan untuk menghancurkan setan-setan, dan sebuah lemparan untuk membanggakan ar-Rahman (Allah SWT).
Seorang haji harus betul-betul faham tentang bahayanya setan sebagai penghalang sukses dirinya untuk menggapai ridho Allah. Setan-setan yang bersembunyi dibalik nafsu amarah, lawwamah dan mulhimah dalam dirinya. Karena di balik nafsu tersebut tersembunyi tabiat rendah manusia, yakni kebinatang jinakkan, ke binatang buasan dan keiblisan. Melalui tabiat-tabiat tersebut setan-setan (baik jin maupun manusia), mempengaruhi jiwa manusia untuk tidak patuh dan taat kepada Allah SWT.
13. Thowaf Ifadhah
Perpindahan seseorang yang melaksanakan ibadah haji, dari mabit dan melempar jumroh menuju thawaf Ifadhah adalah berangkat menuju ke baitullah (pendopo agung Allah). Yang merupakan hotspot area spiritual. Dengan Ka'bah sebagai Mega towernya. Sinyal-sinyal terpancarkan selain dari Ka'bah sendiri, juga dari 'WiFi' besar yang dipasang di sekelilingnya. Seperti: rukun Yamani, Multazam, hijir Ismail, maqam Ibrahim, dan dua bukit di sebelahnya ( Shofa-marwah).
Thowaf Ifadhah dengan memutari Ka'bah 7x dengan arah kebalikan gerak putar jarum jam. Seseorang akan terisi energi spiritualnya dengan sinyal-sinyal ilahiah yang terpancar melalui baitullah (Ka'bah), energi baitullah adalah matsabatan Lin mas wal amna (menjadi tempat berkumpulnya orang banyak dan rasa aman). Sehingga seorang yang thawaf nya baik dan benar akan terbentuk pribadi bisa menjadi pengayom dan pelindung banyak orang.
Area Rukun Yamani dan Multazam merupakan area tempat berdoa untuk memancarkan sinar dan suara batin kepada Allah SWT sehingga resonansi suara batin kita (doa), yang telah sampai kepada pusat energi (Allah SWT) akan bersinergi dengan alam semesta yang terkait dengan doa dan harapan kita menjadi kenyataan (terkabulkan).
Sedangkan area Maqom Ibrahim (petilasan bekas tapak kaki suci Nabi Ibrahim), adalah area sholat, ibadah menyembah Allah SWT. Yang manfaat psikologisnya adalah tanha 'anil fakhsya' wal mungkar (mencegah dari perbuatan keji dan mungkar), disamping pembentukan kepribadian dan karakter Ibrahimiyah.
Yaitu karakter seperti nabi Ibrahim sang kekasih Allah (Khalilullah).
Aura sinyal (Nurullah) yang terpancar pada Maqom Ibrahim seharusnya mengisi setiap lapisan jiwa kita, sehingga menjadi seorang yang dermawan, patuh dan taat penuh hanya kepada Allah SWT. Mengutamakan perintah Allah diatas perintah yang lain-NYA, tidak pernah susah dan keberatan untuk menerima tugas dari Allah dan tidak makan (pagi-sore) kecuali bersama tamu.
Situs bi'ru zam-zam (sumur zam-zam), adalah situs atau petilasan (maqam), seorang putra idola, yang patuh kepada orangtuanya lagi santun (Halim). Mukjizat munculnya sumur zam-zam inilah yang menjadi sebab pertama kali dan utama dalam proses terkabulnya doa nabi Ibrahim as, merubah Makkah (lembah tandus berbatu), menjadi kota super metropolis. Sumur zam-zam sebagai Maqom Ismail sang anak idola.
Sikap mental dan akhlak mulia seorang anak idola (Nabiyullah Ismail as), ini seharusnya menjadi do'a, harapan dan sekaligus cita-cita setiap orang yang menunaikan ibadah haji. Dengan meminum airnya sumur zam-zam, diharapkan aura akhlak Ismail akan merasuk ke dalam jiwa dan raga kita semua. Disamping ilmu yang bermanfaat, Rizki yang luas dan bebas dari berbagai macam jenis penyakit.
14. Bukit Shafa dan Marwah.
Diantara syiar-syiar (lambang kebesaran) Allah SWT. Adalah bukit Shafa dan bukit Marwah.
Seorang yang melaksanakan ibadah haji harus mengerjakan Sa'i yaitu lari-lari kecil dari bukit Shafa ke bukit Marwah bolak-balik sebanyak tujuh kali. Ritual ini (manasik) sa'i ini merupakan penanaman akhlak dan karakter unggul seorang ibu dan istri teladan, yakni Hajar istri nabi Ibrahim as, dan ibu Nabi Ismail as. Di samping pengabadian jasa-jasa monumental beliau. Nurullah (sinyal-sinyal ilahiah), yang terpancar dari bukit Shafa dan Marwah diharapkan mengisi seluruh lapisan jiwa manusia yang tujuh, dengan melakukan ibadah sa'i yang baik dan benar. Karakter seorang wanita Sholehah yang siap berkorban untuk keridhaan suami dan Tuhannya. Seorang ibu yang Sholihah yang siap berkorban untuk kehidupan anaknya dan keridhaan Tuhannya.
Sa'i hanya dilakukan untuk satu paket ibadah haji dan umrah. Tidak disyariatkan melakukan ibadah sa'i tersendiri. Karena secara psikologis penanaman nilai-nilai keibuan dibutuhkan sebagai nilai pelengkap dalam kehidupan, sedangkan nilai utama yang harus diperhatikan dan dibangun adalah nilai kebapakan, yang terpancar dari Ka'bah (matsabatan Lin naas wal amna) dan maqam Ibrahim (loyal kepada Allah, sportif dan dermawan).
Dengan melakukan thawaf (mengelilingi Ka'bah 7× putaran) dan sholat (shalat dan munajat) di maqam Ibrahim.
Matsabatan Lin naas wal amna = mengayomi dan melindungi masyarakat.
15. Tahallul
Tatacara penyelesaian ibadah haji dan umrah adalah dengan istilah tahallul (proses penghalalan atau pembebasan), maksud nya pembebasan diri dari ikatan paket rangkaian kegiatan ibadah haji, sebagai mana SALAM pada ibadah shalat. Tahallul dalam ibadah haji dan umrah adalah dengan menggunting atau mencukur rambut kepala. Sebagai isyarat, bahwa seorang haji atau umrah adalah telah siap memotong rambut kedholiman dan kegelapan yang ada pada dirinya. Baik yang berupa kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan. Siap keluar, minadh dhulumaat ilan nur...
16. Tindak Lanjut Ibadah Haji dan Umroh
Tindak lanjut dari keberhasilan melaksanakan ibadah haji adalah meninggikan kalimat Allah dan meratakan rahmat-Nya bagi seluruh alam. Melanjutkan perjuangan Rasulullah Saw. Dengan berbekal ilmu ma'rifah (dari Arofah), semangat berjuang dari Mina untuk melempar jumroh nafsu yang tiga (amarah, lawwamah dan mulhimah) dengan dzikrullah sehingga bisa mengusir setan untuk menggapai ridho Allah SWT. Dengan berkarakter agung sebagai pengayom dan pelindung umat , seperti Ka'bah. berakhlak mulia seperti Ibrahim sang kekasih Allah (yang loyal taqwallaah, dan dermawan serta murah hati), berkarakter keibuan dan istri Sholehah seperti Siti Hajar, yang taat penuh kepada Allah dan suaminya. Dan berkarakter seperti Nabi Ismail sang anak Sholeh. Beberapa karakter unggul tersimpulkan dalam pribadi agung Rasulullah Muhammad Saw sang manusia sempurna (Al insan Al Kamil). Sehingga profil idial seorang Haji atau Hajjah adalah 'manusia sempurna' atau Insan Kamil tanpa AL.

Seorang haji selalu berjuang membangun bangsanya. Menjadi bagi lingkungan masyarakatnya. Menjadi Uswatun Hasanah bagi umatnya. Serta menjadi da'i untuk kaum dan komunitasnya.
Pribadi yang selalu menghiasi diri dengan delapan permata diri haji Indonesia.

GRAPIYAK.

G. Gemar berdzikir
R. Rajin belajar
A. Aktif kegiatan sosial.
P.  Pandai bergaul
I.  Ikhlas dalam berjuang dan berderma.
Y. Yakin dan mengamalkan firman-firman Allah.
A. Amanah dalam melaksanakan tugas-tugas.
K. Kreatif dan inovatif.



TTD.
Abdullah Kharisudin Aqib Al kelutani.
Read more…

Kriteria dan Persyaratan Seorang Mursyid 2

Kriteria dan Persyaratan Seorang Mursyid 2
Oleh : Abduloh Kharisudin Aqib Al Kelutany 

Rasulullah Saw bersabda: 

عليكم بسنتى وسنة الخلفاء الراشدين المهديين بعدي، عضواعليها بالنواجذ.رواه البخاري

Hendaknya kalian melaksanakan Sunnah-sunnahku dan Sunnah para Khalifah yang terbimbing dan selalu mendapatkan hidayah setelah diriku. Hendaknya kalian pegangi sunnah itu erat-erat, dengan gigi geraham kalian. HR. Imam Bukhari, dll.

Pengertian Sunnah, secara bahasa berarti adalah kebiasaan, tradisi, ketetapan dan keputusan.
Sehingga yang dimaksud dengan Sunnah Rasulullah adalah amaliyah, kebiasaan, atau tradisi serta ketetapan Rasulullaah pada umatnya. Begitu juga apa yang menjadi Sunnah para pengganti yang melanjutkan peran dan fungsi beliau seharusnya juga mengikat dan diikuti oleh orang-orang yang beriman. Lalu siapakah para Khalifah Rasulullaah Saw. Sebanarnya Secara garis besar Rasulullah memiliki tiga macam penerus atau Khalifah, yaitu;  generasi (biologis) atau nasab yaitu para habaib, pelanjut perjuangan spiritual keagamaan yakni para ulama' dan Mursyidun, dan pelanjut pengendali pemerintahan yaitu para umaro'. Karena memang Rasulullaah meninggal dunia dengan meninggalkan: anak- cucu, jabatan kepala agama dan juga meninggalkan jabatan kepala pemerintahan atau politik. Seorang yang memiliki tiga peran kekhilafan tersebut (dzurriyah, Diniyah dan siasah) sekaligus adalah Khalifah Rasulullaah yang paling agung dan sempurna.
Dari tinjauan ini maka Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib adalah khalifaturrosul yang paling sempurna. Tetapi Berdasarkan ayat 40 surat Al Ahzab, yaitu:

مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَٰكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
 [Surat Al-Ahzab 40]
Yang artinya: tidaklah dia, Muhammad itu seorang ayah dari salah satu dari kalian, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Sedangkan Allah itu adalah maha mengetahui terhadap segala sesuatu".
Ayat tersebut mengisyaratkan agar kita mengetahui, bahwa jabatan terpenting Nabi Muhammad Saw adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Sedangkan jabatan sebagai ayah maupun sebagai kepala negara adalah jabatan -jabatan yang tidak esensial. Sehingga yang betul-betul perlu dilanjutkan dan membutuhkan Khalifah adalah fungsi kerasulannya.
Para pelanjut tugas kerasulan, adalah para ulama' pengajar dan pendidik keagamaan dan kerohanian. Rasulullah mengangkat dan mengutus pembimbing umat yang mewakili beliau (Khalifah), di tempat-tempat yang jauh dari Madinah, atau untuk waktu-waktu yang sulit bertemu dengan beliau. Para Khalifah itulah kepanjangan tangan beliau untuk mengajarkan agama Islam yang kaaffah. Yakni; iman, Islam dan Ihsan. Melalui kajian Al-Qur'an, hikmah dan tazkiyatun nafsi. Sebagai tugas utama seorang utusan Allah. Pembimbing umat yang demikian itulah yang disebut Mursyid. Dia adalah Khalifah Rasulullaah, atau khalifahnya, Khalifah, Khalifah dst. Khalifah Rasulullaah Saw. Sehingga para guru atau Wali Mursyid sampai dengan yang ada  sekarang ini pada dasarnya adalah Khalifah Rasulullaah yang hendaknya Sunnahnya diikuti oleh orang-orang yang beriman. Mereka, Para Mursyidun pasti memiliki sanad atau silsilah ke*khalifahan*nya yang sambung menyambung secara talaqqi (dengan pertemuan langsung antara guru-murid) sampai dengan Rasulullah Muhammad Saw. Inilah yang dimaksudkan oleh ayat 17 surat Al Kahfi. Dan al kholafa' Al Rosyidin oleh hadis nabi di depan, in syaa'a Allah.

Wallaahu a'lam bisshowaab.
Read more…

Kriteria dan Persyaratan Seorang Mursyid



Kriteria dan Persyaratan Seorang Mursyid
Oleh : Abduloh Kharisudin Aqib Al Kelutany


Wali Mursyid adalah Khalifah Rasulullaah yang Harus kita Ikuti Sunnah-sunnahnya

 ...ۗ مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ ۖ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِدًا


..., Barang siapa yang Allah berikan petunjuk, maka dialah orang yang betul-betul mendapatkan petunjuk. Dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka kamu tidak akan mendapatkan 'Wali Mursyid' untuknya".(Surat Al-Kahfi 17)

Ayat tersebut mengisyaratkan agar kita:

1. Mengetahui bahwa ada tiga tiga macam manusia, yaitu; Al Muhtadi (yang betul-betul baik, karena mendapatkan hidayah Allah), mudhlil (betul-betul jelek, karena disesatkan oleh Allah), dan wali Mursyid (orang mendapatkan tugas dari Allah sebagai pembimbing umat), dan pelanjut tugas kerasulan.
2. Memahami dan menghayati penting posisi wali Mursyid dan bahayanya murka Allah yang berupa penyesatan terhadap kehidupan seseorang.
3. Senantiasa memohon petunjuk dan dipertemukan oleh Allah  dengan seorang guru Mursyid.

A. Pengetahuan Tentang Wali.

Secara bahasa wali (waliyyun) berarti berarti; pemimpin, teman dekat,  pengayom, pengasuh, pembimbing, atau kekasih, atau yang dikasihi, atau terbimbing. Sehingga ada istilah waliyullah, wali kota, wali murid,  waliyussyaiton, wali murod, wali Majdzub, wali songo, dll. Sehingga arti term Wali mengandung makna keseluruhan. Yaitu seseorang yang terkasih dan atau yang mengasihi,  terbimbing dan/membimbing,  terlindungi dan/melindungi. Oleh karena itu, waliyullah  dalam kajian ini berarti adalah orang yang dikasihi, dilindungi dan selalu dalam bimbingan Allah SWT. Kewalian adalah dasar dari jabatan spiritual, yang bertumpu diatasnya kenabian dan kerasulan. Sehingga pasca masa kerasulan nabi Muhammad Saw, sampai dengan akhir zaman yang ada hanyalah jabatan kewalian dengan karakteristik sebagai mana para nabi dan rasul terdahulu.
Waliyullah ada yang berkarakter seperti Nabi Musa, Nabi Isa, Nabi Ibrahim, Nabi Muhammad dll. Disamping kesamaan karakteristik khusus antara para waliyullah dengan para Nabi dan Rasulullaah, juga adanya karakteristik khusus antara kewalian dan kenabian atau kerasulan. Hanya saja kwalitas dan ketajaman nya yang berbeda. Sebagai mana para nabi atau rasul, seorang waliyullah juga memiliki kelebihan yang luar biasa yang disebut karomah yang di kalangan nabi atau rasul disebut mu'jizat. Kalau para rasul atau nabi selalu mendapatkan penjagaan dari Allah yang dikenal dengan istilah ma'shum kalau wali disebut Mahfud.  Jika nabi atau rasul mendapatkan bimbingan atau firman  dari Allah langsung yang disebut Wahyu, maka bagi para wali disebut Ilham. Tetapi kaduanya memiliki perbedaan dalam hal, bahwa Nabi dan Rasulullaah harus mengumumkan kenabian dan atau kerasulannya, tetapi justru wali harus menyembunyikan kewaliannya.
Secara garis besar seseorang menjadi waliyullah melalui dua jalur; jalur murid dan jalur murod.
Dari jalur murid (seorang yang memiliki kehendak atau irodah) dan keinginan yang kuat untuk mendapatkan keridloan dan kecintaan Allah terhadap dirinya. Orang tersebut berjuang keras (mujahadah) dengan sabar dan istiqamah. Melaksanakan perintah Allah (yang wajib dan fardlu) bagi dirinya, berikut dengan segala sesuatu yang disenangi oleh Allah (Yg sunnah-sunnah). Meninggalkan yang dilarang (yang diharamkan), berikut dengan yang dibenci oleh Allah (yang makruh-makruh), dengan sangat disiplin dan penuh perhitungan. Serta melakukan yang boleh (mubah) dengan tidak berlebihan. Juga meninggalkan sesuatu yang munadzir dan sia-sia. Orang yang bisa istiqamah dalam pola hidup seperti ini, yang disebut waliyul Muttaqin atau wali murid. Yang bertaqwa diantara mereka itulah yang paling mulia disisi Allah SWT.
Mereka mengambil jalan hidup dan tradisi ahli shuffah (sahabat nabi yang mukim samping masjid Nabawi, dan meninggalkan kehidupan masyarakat pada umumnya. Mereka sehari-hari hanya menyertai nabi dalam, sholat berjamaah, ngaji kepada Nabi dan berjuang di jalan Allah.
Mereka itulah para murid tarekat yang secara istiqamah suluk (berjalan mencari ridlo Allah), dengan meninggalkan pola hidup mewah dan hidonistik.
Jalur yang kedua adalah jalur murod (dikehendaki oleh Allah) untuk dekat dan bisa istiqamah di dalam kenal  dan cinta kepada Allah. Orang ini kebanyakan adalah seorang wali Majdzub (wali yang tidak terikat hati dan kesadarannya dengan kehidupan duniawi), dia hampir sepenuhnya dalam kesadaran transendental. Yakni kesadaran dalam cinta dan Ma'rifah kepada Allah, kesadarannya tenggelam dalam keindahan, keagungan dan atau kemaha sempurnaan Allah SWT. Sehingga dia tidak bisa sempurna kesadarannya dengan lingkungan sekitar.
Guru pembimbingnya biasanya adalah rijalul ghoib (wali misterius, atau nabi Khidir).
Dan diantara wali murid dan wali murod, ada yang disebut wali Mursyid (waliyyan Mursyidan), dia adalah berasal dari wali murid yang mendapat tugas dari Allah melalui gurunya untuk menjadi penerus tugas kemursyidan gurunya. Sehingga setiap Mursyid adalah Khalifah dari guru Mursyid sebelumnya dan seterusnya sambung menyambung, sampai dengan Rasulullah Saw.
Sehingga dapat dikatakan, bahwa pada hakikatnya seorang Mursyid adalah Khalifah dari Rasulullah Saw. Sebagai Khalifatur Rasulullaah, maka seorang Mursyid haruslah seorang yang Kaamilun mukammilun.
Yang dimaksudkan dengan "kaamilun mukammilun" (sempurna lagi menyempurnakan) Adalah; seorang guru yang tlh mengikuti pendidikn kerohanian (suluk) dengan sempurna. Dalam pandangan guru Mursyidnya.
Memiliki karakter (Akhlak) mulia yang lengkap (Kamil) Sebagai cerminan al-Asma' Al Husna dan sifat wajib para rasul. Setidaknya lima asma' Al Husna, dan satu sifat wajib Rasullullah, yaitu: 'alim (pakar), rahim (penyayang), Halim (santun), hakim (bijaksana), Karim (murah hati), dan Amiin (terpercaya).  Serta berjiwa pendidik (murobbi) dan bisa mendidik, atau menguasai ilmu tarbiyah, serta mendapat mandat sebagai Mursyid oleh Mursyid sebelumnya.

Wallahu'a'lam bis showab
Read more…

SHOLAWAT ULUL ALBAB